JABALIA (Arrahmah.id) – Warga Palestina berduka atas korban pembantaian brutal yang dilakukan oleh pasukan ‘Israel’ di wilayah Jabalia, Gaza utara, pada Ahad (10/11/2024). Sedikitnya 33 orang, termasuk 13 anak-anak, tewas dalam serangan ‘Israel’, kantor berita WAFA melaporkan.
Sumber-sumber lokal menyatakan bahwa pesawat tempur ‘Israel’ mengebom sebuah rumah milik keluarga Alloush di lingkungan pusat Jabalia, tempat banyak penduduk dan keluarga pengungsi berlindung.
Pengeboman itu menghancurkan bangunan itu sepenuhnya dan merusak parah bangunan di sekitarnya.
Petugas penyelamat yakin masih banyak jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan selain dari 33 jenazah yang telah ditemukan sejauh ini. Operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung.
Grieving Palestinians mourn their victims following the horrific Israeli massacre this morning in Jabalia. pic.twitter.com/PVTkXam78o
— Quds News Network (@QudsNen) November 10, 2024
Pembantaian keluarga Alloush merupakan bagian dari upaya yang lebih luas oleh tentara ‘Israel’ untuk membersihkan etnis di Gaza utara.
Juru bicara Pertahanan Sipil di Gaza, Mahmoud Basal, menyatakan bahwa “Pendudukan sedang menjalankan kampanye pengeboman rumah-rumah penduduk, terutama di Jalur Gaza utara,” sementara Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, Munir al-Barsh, menyatakan bahwa “Pendudukan bertujuan, dengan melakukan pembantaian ini, untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.”
Barsh menambahkan, “Kami menerima korban luka fatal akibat pengeboman, tetapi kami tidak dapat menyelamatkan mereka karena keterbatasan kemampuan.”
Melaporkan dari lokasi pengeboman Ahad (10/11), wartawan Palestina Abd al-Qader Sabah menyatakan , “Tempat ini telah hancur parah dan upaya pemindahan paksa oleh pasukan pendudukan ‘Israel’ terhadap penduduk Jabalia terus berlanjut. Selebaran telah disebarkan dalam beberapa hari terakhir, yang mendesak mereka untuk meninggalkan daerah tersebut. Melalui serangan ini, mereka menekan penduduk untuk meninggalkan Jabalia sekali lagi.”
Tentara ‘Israel’ sedang melaksanakan apa yang disebut Rencana Jenderal untuk membersihkan etnis di Gaza utara dan mempersiapkan jalan untuk membangun pemukiman Yahudi di sana, kata tentara ‘Israel’.
Rencana tersebut menyerukan dikeluarkannya perintah evakuasi kepada ratusan ribu penduduk Gaza utara dan kemudian mengebom atau membuat kelaparan sampai mati siapa saja yang menolak atau tidak dapat pergi.
Brigjen Israel Itzik Cohen mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa “Tidak seorang pun akan kembali ke wilayah utara. Tidak ada jalan kembali ke wilayah utara, dan tidak akan ada,” seraya menambahkan bahwa sekitar 55.000 penduduk dari Jabalia telah mengungsi ke selatan. Pejabat senior militer sebelumnya telah membuat pernyataan serupa.
Cohen, komandan Divisi ke-162, mengklaim bahwa keputusan ini didorong oleh kebutuhan pasukan ‘Israel’ untuk melanjutkan operasi melawan Hamas di wilayah Gaza utara, seperti Jabalia. Bantuan kemanusiaan hanya akan diizinkan masuk secara teratur di selatan Jalur Gaza, bukan di utara, “karena tidak ada penduduk yang tersisa di sana,” klaimnya.
Namun, ratusan ribu warga Palestina masih berada di Gaza utara.
Kementerian Kesehatan Gaza telah mendokumentasikan sedikitnya 43.552 warga Palestina yang tewas oleh pasukan ‘Israel’ selama genosida yang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu. Jumlah korban tewas sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, karena banyak jenazah yang tidak pernah ditemukan dari bawah reruntuhan.
Banyak kematian tambahan akan terjadi akibat penghancuran infrastruktur oleh ’Israel , termasuk sistem perawatan kesehatan, listrik, dan air.
Dr. Hussam Abu Safia, Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, menggambarkan kondisi mengerikan yang dihadapi warga Palestina di Gaza utara, dengan mengatakan bahwa mereka “menjadi sasaran perang pemusnahan, dan kami menderita dalam diam sebagai akibat dari kejahatan yang dilakukan terhadap kami.”
“Sistem kesehatan dan hak-hak rakyat kita terancam parah, dan kita sangat membutuhkan dukungan medis. Krisis di Gaza utara terus berlanjut, ditandai dengan serangan sistematis terhadap sistem kesehatan kita, di mana nyawa melayang setiap hari karena kurangnya perawatan dan sumber daya khusus,” imbuhnya. (zarahamala/arrahmah.id)