GAZA (Arrahmah.id) – Mayat-mayat menumpuk di luar rumah sakit terbesar di Gaza, tempat para pasien meninggal karena kurangnya bahan bakar yang diperlukan untuk menjaga fasilitas kesehatan tetap berjalan ketika “Israel” memperketat cengkeramannya di daerah kantong Palestina tersebut.
Direktur rumah sakit Al-Shifa Muhammad Abu Salmiya mengatakan kepada Anadolu Agency pada Senin pagi (13/11/2023) bahwa 20 pasien telah meninggal sejak pasukan “Israel” mengepung fasilitas tersebut tiga hari lalu. Pada Senin sore (13/11), jumlah tersebut meningkat menjadi lebih dari 30, menurut angka Kementerian Kesehatan Gaza.
Enam bayi prematur meninggal pada Senin (13/11), menurut Abu Salmiya, yang mengatakan bahwa “Israel” “menghentikan bahan bakar untuk mencapai rumah sakit.”
Dia langsung membantah laporan bahwa rumah sakit menolak 300 liter solar yang ditawarkan oleh tentara “Israel”, dan mengklaim bahwa jumlah tersebut hampir tidak dapat menggerakkan generator listrik selama 15 menit.
Dia sebelumnya mengatakan bahwa Al-Shifa membutuhkan antara 8.000 dan 12.000 liter sehari untuk beroperasi secara efisien.
“Jumlah bayi prematur yang masih hidup di rumah sakit sebanyak 33 orang, setelah kematian enam orang,” ujarnya kepada Anadolu.
Dia mengatakan tujuh pasien di unit perawatan intensif dan bagian lain rumah sakit meninggal pada Ahad (12/11) karena kurangnya pasokan medis dan pemadaman listrik.
Abu Salmiya mengumumkan pada Ahad (12/11) bahwa Al-Shifa “telah berhenti beroperasi sepenuhnya” setelah generator terakhir kehabisan bahan bakar sehari sebelumnya.
Hingga 15.000 orang – pasien yang membutuhkan perawatan dan mereka yang mencari perlindungan di rumah sakit – kini terjebak saat “Israel” mengepung kompleks medis tersebut.
Mayat-mayat menumpuk di depan rumah sakit sebelum militer “Israel” mulai mengepung rumah sakit tersebut.
Seorang jurnalis independen yang meliput kejadian di rumah sakit Al-Shifa mengatakan kepada The New Arab bahwa total 100 jenazah berada di luar rumah sakit sebelum pengepungan dimulai. Angka yang sama juga disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza pada Senin pagi (13/11).
Wartawan tersebut mengatakan bahwa pasien-pasien ini mulai meninggal sebelum Sabtu (11/11) ketika generator listrik dimatikan. Dia menambahkan bahwa semakin banyak pasien yang meninggal karena kekurangan bahan bakar dan pasokan medis.
Ketika ditanya apakah ada organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan bahan bakar untuk rumah sakit tersebut, dia mengatakan “Israel” menolak untuk bekerja sama dan orang-orang yang mencoba meninggalkan rumah sakit menjadi sasaran.
Palang Merah berusaha membawa pasien keluar dari rumah sakit tetapi gagal, katanya.
Wartawan tersebut mengatakan kepada TNA bahwa sebuah keluarga yang terdiri dari 30 hingga 40 orang yang berangkat melalui Jalan Al-Wehda terkena serangan peluru atau rudal pengintai. Kebanyakan dari mereka meninggal, katanya.
Insiden lain pada Sabtu (11/11) menyebabkan seorang wanita berusia 23 tahun meninggal dan saudara laki-lakinya menderita luka-luka setelah mereka mencoba keluar dari rumah sakit. Ibu dan ayahnya selamat dari serangan “Israel”, menurut jurnalis tersebut.
“Israel” sering membuat klaim tanpa bukti bahwa Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai basis operasi militernya. Ada seruan di “Israel”, termasuk dari dokter “Israel”, agar Al-Shifa dibom.
Tragedi di rumah sakit ini terjadi ketika jet “Israel” terus menggempur wilayah tersebut, 38 hari sejak dimulainya perang pada 7 Oktober, ketika Hamas melakukan serangan mendadak dan besar-besaran ke “Israel” selatan.
Sejauh ini lebih dari 11.000 orang tewas dalam pengeboman “Israel” yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. (zarahamala/arrahmah.id)