ANKARA (Arrahmah.id) – Kunjungan Presiden Indonesia Prabowo Subianto ke Parlemen Turki menuai polemik setelah pidatonya memuji dua tokoh bersejarah Turki: Mustafa Kemal Atatürk dan Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II). Pidato ini memantik perdebatan sengit di media sosial Indonesia dan Turki.
Kunjungan ini merupakan balasan atas kunjungan Presiden Erdoğan ke Indonesia Februari lalu. Namun, pilihan referensi sejarah dalam pidato Prabowo justru menyentuh isu sensitif di Turki.
Dalam pidato kenegaraannya pada 10 April lalu, Prabowo mengungkapkan kekagumannya:
“Sejak muda, saya memiliki dua pahlawan: Mustafa Kemal Atatürk dan Mehmed Sang Penakluk.”
Pernyataan ini kontroversial, pertama karena konflik internal Turki di mana parlemen Turki saat ini didominasi AKP yang anti-Kemalis, kedua, adanya polarisasi politik yang menciptakan ketegangan antara pendukung sekuler CHP (pro-Atatürk) dengan pemerintah Erdogan. Kasus terbaru, penangkapan Ekrem Imamoglu, tokoh CHP, yang memicu demonstrasi besar-besaran.
Tanggapan Beragam
Pidato Prabowo ini menuai reaksi beragam dari netizen, kelompok yang mengkritik menilai Prabowo tidak memahami dinamika politik Turki dan menganggap pujian untuk Atatürk tidak tepat di hadapan parlemen yang didominasi AKP. Sementara, kelompok yang mendukung berargumen bahwa Atatürk dan Mehmed II tetap merupakan tokoh nasional Turki, dan menilai pidato tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah Turki.
Teuku Rezasyah, pakar HI Universitas Padjajaran, memberikan catatan penting bahwa pidato kenegaraan seharusnya bersifat netral dan inklusif, di mana sebaiknya menghindari referensi tokoh yang berpotensi memicu kontroversi. Pidato Soekarno “To Build the World Anew” disebut sebagai contoh ideal pidato diplomatik.
Dilema Diplomasi
Kasus ini menunjukkan kompleksitas diplomasi, bahwasanya ada kebutuhan menghormati tuan rumah vs sensitivitas politik dalam negeri, antara menyampaikan pandangan pribadi vs menjaga netralitas diplomatik serta tantangan memahami dinamika politik negara lain secara mendalam.
Polemik ini terus berkembang sementara pemerintah Indonesia belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai kritik yang muncul. (zarahamala/arrahmah.id)
FOLLOW US
📢 Telegram Utama
🎥 Telegram Video
📸 Instagram
🐦 X (Twitter)
💬 WhatsApp Channel
🎵 TikTok
▶️ YouTube
🔴 Redz App