NEW YORK (Arrahmah.id) – Perlawanan heroik yang diperlihatkan Brigade Izuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas, dalam menghadapi serangan dari pasukan penjajah “Israel” menyedot perhatian dunia. Berbagai pujian dilontarkan oleh jenderal purnawirawan “Israel” saat mengomentari perjuangan Hamas dalam mempertahankan Jalur Gaza.
Mantan Kepala Dewan Keamanan Nasional “Israel” Mayor Jenderal (Purn) Giora Eiland mengungkapkan bahwa Hamas telah membuktikan kemampuan militer mereka, termasuk tekad politik untuk mempertahankan Gaza.
“Dari sudut pandang profesional, saya harus menghargai ketahanan mereka. Saya tidak melihat tanda-tanda runtuhnya kemampuan militer Hamas maupun kekuatan politik mereka untuk terus memimpin Gaza,” kata Eiland dalam sebuah artikel yang diterbitkan New York Times, pada Rabu (27/12/2023), seperti dikutip Middle East Monitor.
Mantan perwira senior intelijen “Israel”, Michael Milshtein, bahkan mengkritik pernyataan beberapa pemimpin “Israel” yang menyatakan Hamas sudah berada di titik nadir.
“Mereka sudah lama mengatakan bahwa Hamas sedang runtuh. Tapi itu tidak benar. Setiap hari, kita menghadapi pertempuran yang sulit,” ujarnya.
Dalam laporannya, New York Times juga mengutip penjelasan beberapa analis militer Amerika Serikat yang menilai bahwa hasil terbaik “Israel” dalam pertempuran kali ini adalah melemahkan kemampuan militer Hamas sehingga tidak bisa lagi melakukan serangan dan operasi infiltrasi seperti yang terjadi pada 7 Oktober lalu.
Namun meski demikian, para analis tersebut berpendapat untuk mencapai hasil itu, “Israel” harus mengerahkan upaya yang luar biasa.
“Hamas berakar pada ideologi bahwa kendali ‘Israel’ atas wilayah yang mereka anggap sebagai tanah Palestina harus ditentang dengan kekerasan, sebuah prinsip yang mungkin akan bertahan lama,” kata para analis.
Seiring dengan ketahanan tempurnya yang diakui penjajah, dukungan Hamas dari warga Palestina juga meningkat.
Berdasarkan hasil jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PSR) di Tepi Barat dan Jalur Gaza antara 22 November dan 2 Desember 2023, ditemukan bahwa dukungan terhadap Hamas meningkat tiga kali lipat di Tepi Barat daripada tiga bulan lalu. Untuk di Jalur Gaza, PSR mencatat bahwa dukungan terhadap Hamas meningkat, tetapi tidak signifikan.
Semakin populernya Hamas juga menjadi lampu kuning yang disampaikan berbagai analisis baru oleh beberapa badan intelijen Amerika Serikat.
Dilaporkan CNN, mereka mengingatkan, kredibilitas dan pengaruh Hamas telah meningkat secara dramatis dalam dua bulan sejak serangan 7 Oktober. Terlebih setelah dimulainya kampanye genosida “Israel” di Gaza.
Pekan lalu, mantan perdana menteri “Israel” Ehud Olmert mengatakan bahwa perang yang saat ini dilancarkan negaranya di Gaza dengan tujuan menghancurkan dan menumpas habis Hamas tidak akan berhasil. Dia menilai janji yang diumbar Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu tentang penghancuran total Hamas sebagai sebuah kecongkakan.
“Gaza sedang terpuruk, ribuan warganya menderita dengan nyawa mereka, ribuan pejuang Hamas dengan senang hati terbunuh, tapi kehancuran Hamas tidak akan tercapai,” kata Olmert dalam opininya yang dimuat di surat kabar “Israel”, Haaretz, pada Jumat (22/12) lalu.
Olmert berpendapat, walaupun akhirnya “Israel” mampu menangkap atau membunuh para pemimpin Hamas, kelompok tersebut tidak akan pernah bisa lenyap.
“Kelompok ini akan terus ada di pinggir Gaza,” ungkapnya.
“Mengingat ini adalah penilaian situasi yang sebenarnya, kita harus bersiap untuk perubahan arah. Saya tahu ini mungkin tidak populer. Dalam suasana hasutan, keberanian dan arogansi yang menjadi ciri perilaku pemerintah dan pemimpinnya, kita tidak boleh segan-segan mengatakan hal-hal yang tidak jelas tetapi perlu, demi rasa tanggung jawab nasional,” tambah Olmert.
Menurut Olmert, saat ini “Israel” menghadapi dua pilihan, yakni gencatan senjata dengan kesepakatan yang dapat memulangkan para sandera atau gencatan senjata tanpa kesepakatan pemulangan para sandera.
“Penghentian permusuhan ini akan dipaksakan kepada kita oleh sekutu terdekat kita, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Jerman. Mereka tidak lagi mampu menanggung akibat yang harus mereka bayarkan dalam opini publik mengingat kesenjangan antara tidak adanya resolusi militer dan berlanjutnya pertempuran yang menimbulkan kerugian kemanusiaan, yang konsekuensinya tidak akan mereka tanggung,” ucapnya. (Rafa/arrahmah.id)