JAKARTA (Arrahmah.com) – Puisi Neno Warisman yang dibacakan pada Malam Munajat 212 di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019), menjadi perhatian publik beberapa hari ini.
Sejumlah kalangan, khususnya dari kubu pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, menyebut puisi Neno menantang dan mengancam-ancam Allah.
Sebagian lagi menilai tidak ada masalah dengan puisi Neno itu, karena bagian dari doa yang dipanjatkan umat kepada Sang Khalik.
Adapun isi lengkap puisi Neno Warisman sebagai berikut:
Allahu Akbar
Puisi munajat kuhantarkan padamu wahai berjuta-juta hati yang ada di sini
Engkau semua bersaudara dan kita bersaudara tersambung, terekat, tergabung bagai kalung lentera di semesta
Sorot-sorot mata kalian bersinar, wahai saudara
Mencabik-cabik keraguan
Meluluhlantakkan kesombongan
Karena mata-mata kalian nan jernih mengabarkan pesan kemenangan yang dirindukan, insyaallah, pasti datang
Allahku Akbar
Kemenangan kalbu yang bersih
Kemenangan akal sehat yang jernih
Kemenangan gerakan-gerakan yang berkiprah tanpa pamrih
Dari dada ini telah bulat tekad baja
Kita adalah penolong-penolong agama Allah
Jangan halangi
Jangan sanggah
Jangan politisasi
Sebab ini adalah hati nurani
Dari mulut-mulut kita telah terlantun salawat, zikir, dan doa bergulir
Mengalir searah putaran bintang-bintang bertriliun banyaknya
Tersatukan dalam munajat 212
Miliaran matahari itu saudaraku
Merekatkan diri menjadi gumpalan kabut cahaya raksasa di semesta
Bukti kebesaran Allah Azza Wa Jalla.
Yang menjadi polemik dari puisi tersebut adalah penggalan kalimat “Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami, dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir ya Allah, kami khawatir ya Allah, tak ada lagi yang menyembah-Mu”.
Terkait hal ini, Neno menegaskan doa tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan ajang pemilihan presiden (pilpres), apalagi menyamakan pilpres dengan Perang Badar zaman Rasulullah SAW.
“Sama sekali tidak berhubungan. Saya hadir di acara Munajat 212 atas nama pribadi. Doa itu pun atas keprihatinan saya terhadap diri sendiri,” kata Neno, sebagaimana dilansir Republika.co.id, Ahad (24/2/2019).
Ia mengaku heran dengan banyak pihak yang menganggap doa tersebut sebagai sikap menyamakan ajang Pilpres dengan Perang Badar. Menurutnya, hal itu sangat mengada-ada dan jauh dari konteks doa.
Setiap hari, lanjut Neno, tiap manusia tentu berperang melawan hawa nafsunya sendiri. Bukan perang dengan sesama masyarakat hanya karena beda pilihan.
Oleh karena itu, ia berharap doa yang ia panjatkan tdak diterjemahkan dalam lingkup yang sempit.
Selain itu, kata ‘kami’ yang disebutkan Neno dalam doa tersebut mewakili diri Neno sendiri. Bukan suatu kelompok tertentu, termasuk pasangan calon capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga.
Neno mengaku, memang, doa yang ia panjatkan terinspirasi dari kisah Perang Badar saat zama rasul. Namun, bukan berarti doa tersebut lantas terasosiasikan dengan pertarungan politik yang tengah terjadi saat ini.
Neno mengungkapkan, doa tersebut pun sering ia panjatkan dalam berbagai situasi yang dihadapi.
“Saya terpikat ketika mendengar Rasulullah SAW. pernah membawakan doa itu. Saya terkagum-kagum makanya sering saya panjatkan doa itu,” tuturnya.
Neno juga menepis tudingan yang menganggap doa tersebut menantang atau mengancam-ancam Tuhan.
Ia menegaskan, doa justru dipanjatkan untuk memasrahkan diri kepada Allha SWT dan berharap yang terbaik untuk kemaslahatan bangsa.
(ameera/arrahmah.com)