Oleh: Ustadz Muhammad Thalib
(Arrahmah.com) – Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
“Puasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu dengan melihatnya. Jika awan menutup kamu, sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban 30 hari.” (HR. Bukhari no 17/6 CD dan Muslim)
Penjelasan:
Setiap muslim diperintahkan untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan secara pasti. Di antara cara mengetahuinya ialah melihat hilal. Hilal ialah bulan tanggal satu yang terlihat di kaki langit seperti alis manusia.
Terkadang hilal ini tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan teropong karena tertutup oleh awan atau hujan lebat. Jika terjadi hal ini dan kaum muslim di tempat itu tidak dapat melihat hilal, mereka diperintahkan menggenapkan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Cara lain untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan adalah hisab. Hisab ialah menghitung peredaran bulan dan mengetahui posisi bulan pada tiap awal atau akhir bulan, sehingga dapat diketahui jauh sebelum tibanya awal bulan Ramadhan.
Kedua cara di atas boleh dipakai. Akan tetapi apabila menurut perhitungan hisab, awal Ramadhan tiba menyusul munculnya hilal, kita wajib mengawali puasa berdasarkan penglihatan hilal.
Misalnya, jika menurut perhitungan hisab, awal Ramadhan untuk tahun 1996 jatuh pada tanggal 22 Januari, sedangkan pada tanggal 20 Januari malam hilal sudah terlihat, kita wajib mengawali Ramadhan pada tanggal 21 Januari, karena yang menjadi dasar pengukuran adalah penglihatan hilal.
Adapun perhitungan hisab digunakan bila kita tidak dapat melihat bulan karena tertutup awan atau hujan, sehingga tidak bisa menentukan tanggal 1 Ramadhan. Demikianlah cara kita mengetahui awal masuknya bulan Ramadhan yang ditetapkan oleh agama.
(arrahmah.com)