Oleh: Abdullah Mahmud
(Arrahmah.com) – Alhamdulillah Allah mudahkan kita melaksanakan Ramadhan sampai masuk sepuluh terakhir.
Hanya saja ada 3 model orang menyikapi sepuluh terakhir Ramadhan:
Pertama,
biasa saja karena baginya Ramadhan maupun bukan sama. Kelompok pertama ini dari awal Ramadhan sudah tidak semangat berpuasa bahkan tidak jarang terjerumus dalam dosa, sebabnya adalah qalbunya sudah berkarat dengan dosa,
كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin, 83: 14)
Betapa menyesalnya mereka seperti kata Jibril alaihissalam kepada Nabi ﷺ:
«شَقِي عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: «آمِيْن».
“Celakalah seorang hamba yang berjumpa dengan bulan Ramadhan lalu bulan itu berlalu tetapi ia tidak diampuni.” Maka aku berkata: “Aamiin.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad. Shahih)
Kedua,
awal Ramadhan semangat lama kelamaan mengendor justru di sepuluh terakhir sibuk dengan keperluan pasar, pakaian lebaran dan kue-kue lebaran bahkan mudik kampung. Agar jangan sampai tergerus oleh rasa malasnya ingat hadits Nabi ﷺ:
«لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي، فَقَدْ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ».
“Setiap perbuatan itu ada semangat dan terkadang down. Bila lagi down tetap berpegang dengan sunnahku, maka dia selamat. Tapi bila dia cenderung kepada yang lain, hancurlah dia.” (HR. Ahmad. Shahih)
Ketiga,
menyadari pentingnya meningkatkan sepuluh terakhir karena banyak keutamaannya. Tidak mau kalah dengan kuda yang biasanya kalau sudah dekat dengan garis finish dia genjot langkahnya. Kebaikan harus dilanjutkan dengan kebaikan berikutnya,
وَالَّذِيْنَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَّاٰتٰىهُمْ تَقْوٰىهُمْ
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.” (QS. Muhammad, 47: 17)
Apalagi ini berdagang dengan Allah,
اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتٰبَ اللّٰهِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُوْرَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ اُجُوْرَهُمْ وَيَزِيْدَهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖۗ اِنَّهٗ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ (30)
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi, agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir, 35: 29-30)
Apalagi Nabi ﷺ bila masuk sepuluh terakhir kata Aisyah radhiyallahu ‘anha:
«شَدَّ مِئْزَرَهُ، وأَحْيَا لَيْلَهُ، وأَيْقَظَ أهْلَهُ».
“Beliau mengencangkan ikat sarungnya (yakni meningkat amaliah ibadah beliau), menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya.” (HR. Bukhari dan Mulim)
Terlebih sejak pertama puasa Ramadhan Nabi ﷺ senantiasa i’tikaf 10 hari berdiam di masjid bahkan setahun sebelum wafat beliau beri’tikaf 20 hari. Pernah sekali beliau tidak i’tikaf karena suatu sebab, beliau ganti i’tikaf di bulan Syawwal. (HR. Bukhari dan Muslim)
Al Qur’an mengaitkan puasa dan i’tikaf,
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 2: 187)
Bahkan i’tikaf itu dilaksanakan sejak Nabi Ibrahim alaihissalam,
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”” (QS. Al-Baqarah, 2: 125)
Bila ingin i’tikaf masuk ke masjid (bukan di rumah) sebelum Maghrib tanggal 20 Ramadhan dan niat i’tikaf setelah shalat Subuh. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sambil berusaha keras mencari keutamaan malam Lailatul Qadar,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ (4) سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr, 1-5)
Nabi ﷺ menyuruh kita agar mencari di hari hari ganjil:
«الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ؛ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى، فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى، فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى».
“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pada malam kedua puluh sembilan, kedua puluh tujuh, kedua puluh lima.”
Semoga kita menjadi kelompok ketiga sehingga memperoleh tambahan umur 1000 bulan atau 83 tahun insyaAllah. Wallahul Musta’an.
(*/arrahmah.com)