Oleh:
Abdullah Mahmud
(Arrahmah.com) – [Kedua] perbaiki jiwa. Nah pengetahuan manusia tentang jiwa ini tidak tuntas karena hanya mengandalkan observasi melalui panca indra. Sedang Sang Pencipta lebih tau. Ada apa dengan jiwa? Lihat:
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَا (7) فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَا (8) قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَا (10)
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams, 91: 7-10)
Ada tiga kategori jiwa:
Pertama jiwa yang cederung kepada kejahatan,
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Yusuf, 12: 53)
Kedua jiwa yang labil kadang benar, kadang menyimpang,
وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri). (QS. Al-Qiyamah, 75: 2)
Ketiga jiwa yang tenang dan mantap di atas kebenaran,
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ (27) ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْ (29) وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ (30)
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr, 89: 27-30)
[Ketiga], pola pendidikan yang harus diperhatikan adalah mencerdaskan akal. Pendidikan akal agar dimulai dengan menanamkan Alqur’an dan Assunnah agar hasilnya seperti generasi sahabat,
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali ‘Imran, 3: 164)
Pola pendidikan qur’ani ini disebut oleh Alqur’an pendidikan rabbani agar lahir generasi rabbani yaitu,
مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ
Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (QS. Ali ‘Imran, 3: 79)
Disebut oleh Ibnu Abbas sebagai generasi yang memiliki tiga kriteria:
Pertama, ‘ulama yang menguasai ilmu Islam dan menguasai ilmu dunia.
Kedua, hukama yaitu sikap bijak dalam berbicara dan bertindak.
Ketiga, hulama yaitu bersikap santun dan berakhlak mulia. Subhanallah.
Kita merindukan generasi ideal seperti itu dan tidak akan lahir kecuali kita persiapkan. Terlebih di bulan Ramadhan yang spesial ini karena ujian Covid-19 semoga kita menemukan jati diri kita guna membangun masa depan ummat dan bangsa kita agar menjadi pioner perubahan setelah berakhirnya wabah pendemi global virus corona yang akan merubah tatatan dunia dengan ditandai gagalnya konsep manusia selama ini. Dan kita kembali kepada konsep ilahi. Wallahu a’lam.