Oleh: Abdullah Mahmud
(Arrahmah.com) – Ketika orang itu bujangan akan merasakan hidupnya terasa gelisah, ada yang kurang dan tidak jarang kesepian. Ada penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ali Albar bahwa umur menikah yang bagus itu 18 sampai 30 tahun, tapi terbagus umur 24 sampai 26. Hal itu ditinjau dari berbagai segi. Secara psikologis; kematangan kepribadian, cara berfikir yang dewasa. Secara sosiologis dan secara kedokteran; karena kromosom yang dihasilkan umur segitu bisa membuat keturunan cerdas dll. Pantas kalau Nabi Muhammad ﷺ menikah ketika umur 25. Puncak perkawinan yang ideal.
Mengapa orang menikah?
Karena ingin bahagia dunia sampai di akhirat
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rum, 30: 21)
اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ اَنْتُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُوْنَ
Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan. (QS. Az-Zukhruf 70)
Begini penjelasannya, the basic needs of human being itu ada 3:
- Pertama, manusia itu butuh Allah Sang Khaliq untuk membimbingnya ke jalan yang benar.
- Kedua, butuh hidup (sandang, pangan dan papan).
- Ketiga, dia butuh pasangan hidup. Itulah yang disebut bahasa Alqur’an dan Assunnah dengan fitrah
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum, 30: 30)
Rasulullah ﷺ menafsirkan:
« كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ علَى الفِطْرَةِ ، فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أوْ يُمَجِّسَانِهِ ».
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila agama seseorang itu bagus sesuai dengan Islam dan dijalankan dengan konsekuen maka hubungan dan ibadahnya kepada Allah bagus, hidupnya akan terarah sesuai dengan aturan Islam, serta rumah tangganya akan diwarnai yang islami, indah sekali. Niatnya ibadah, aktivitasnya mengikuti petunjuk Allah dan goalnya ingin meraih surga bersama.
Ramadhan adalah kesempatan suami dan istri harus membuat komitmen baru untuk mengarahkan hidup sesuai dengan arahan Allah dan saling bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan,
يَّهْدِيْ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ بِاِذْنِهٖ وَيَهْدِيْهِمْ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah, 4: 16)
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Maidah, 4: 2)
Puasa itu perisai dari syahwat yang menyimpang, makanya pemuda dan pemudi yang mampu menikah tapi belum bisa melaksanakan karena suatu sebab; dianjurkan untk puasa:
« يا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فإنَّه أغَضُّ لِلْبَصَرِ وأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، ومَن لَمْ يَسْتَطِعْ فَعليه بالصَّوْمِ فإنَّه له وِجَاءٌ ».
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu maka hendaknya dia menikah, karena menikah itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena (puasa) akan menjadi tameng bagi dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Suami-istri itu ada 4 model;
Pertama, suami benar dan istri benar; seperti Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi Muhammad ﷺ,
وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ
Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). (QS. An-Nur, 4: 26)
Kedua, suami benar tapi istri nggak benar karena kafir; seperti istri Nabi Nuh dan Nabi Luth alaihimassalam,
ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ
Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (QS. At-Tahrim, 66: 10)
Ketiga, istri benar tapi suami nggak benar, kafir; seperti Asiyah dan suaminya Fir’aun,
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ
Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”. (QS. At-Tahrim, 66: 11)
Adapun yang keempat; Suami nggak benar dan istripun nggak benar, kafir, dan keduanya di neraka seperti Abu Lahab dan istrinya,
وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). (QS. Al-Lahab, 111: 4)
Bagaimana caranya Ramadhan bisa menghantar suami dan istri ke surga?
Pertama, pasangan harus punya kesadaran dan niat menikah karena Allah dan berumahtangga secara islami. Rasulullah ﷺ bersabda:
« تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ».
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagus teori Al-Khawarizmi, penemu angka 0, Aljabar, dan Algoritma. Bahwa harta itu nilainya nol karena bakal habis. Kecantikan nilainya nol karena bakal pudar. Keturunan nilainya nol karena sampai di dunia saja. Tapi agama nilainya 1. Bila si lelaki dapat empatnya berati dia cuma dapat satu (0001). Tapi bila agama yang pertama, dia dapat seribu (1000). Subhanallah.
Menarik disimak kejadian di masa khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Seorang bapak membawa putranya menghadap amirul mukminin Umar. Dia mengadukan anaknya, “Wahai amirul mukminin, tolong nasihati anakku ini, dia bandel nggak nurut sama bapaknya.” Umar radhiyallahu ‘anhu melihat anak itu, tiba-tiba anak itu bertanya: “Wahai amirul mukminin!! Apa hak seorang anak dari bapaknya?”
Pertanyaan yang sangat logis. Khalifah yang adil itu menjawab, “Ada 3 hak anak dari bapaknya: Pertama, memperoleh seorang ibu yang shalihah. Kedua, diberikan nama yang mulia. Ketiga, diajarkan Alqur’an”.
Mendengar hal itu, anak itu menimpali; “Demi Allah wahai khalifah, tiga-tiganya saya tidak dapatkan dari bapakku ini. Aku dipilihkan ibu seorang budak, ketika aku lahir diberi nama Ju’ul (artinya binatang kumbang yang makan kotoran), dan selama hidup saya nggak pernah diajari Alqur’an oleh ayahku ini.”
Mendengar penjelasan anak itu, Umar langsung melihat bapaknya sambil mengatakan secara tegas. “Jangan kamu salahkan anakmu karena kamu telah menanamkan kedurhakaan padanya.”
Begitu menentukannya keshalihan ibu bagi putra-putrinya. Bagi suami yang shalih, jangan sampai tidak mendapat istri yang shalihah, begitu pula sebaliknya. Masalah lelaki dengan mudah diketahui keshalihannya; dia shalat berjamaah terutama Subuh dan Isya, bekerja di sektor yang halal, berbakti pada kedua orang tuanya, berada di lingkungan yang baik, apalagi kalau berilmu.
Tetapi bagaimana cara melihat istri yang shalihah? Nabi ﷺ memberikan resepnya:
« أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يكْنِزُ الْمَرْءُ ؟ اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ؛ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ ».
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki? Istri shalihah; yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud. Shahih di atas syarat Muslim)
Betapa beruntungnya seorang suami yang dikaruniai Allah istri yang shalihah. Karena seisi dunia ini yang paling berharga itu istri yang shalihah:
« الدُّنْيَا مَتَاعٌ ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ».
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim )
Imam Asy-Sya’bi, ulama tabiin, berjumpa dengan kawannya Syuraih Al-Qadhi, hakim yang terkenal adil pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Syuraih!! Anda terkenal hakim yang adil, bagaimana dengan rumah tanggamu? Tanya Sya’bi. “Aku sudah menikah 20 tahun sampai sekarang tidak pernah ribut sekalipun dengan istriku,” kata Syuraih. Luar biasa, kok bisa? Kejar Sya’bi. Begini, setelah akad nikah saya masuk kamar pengantinku itu, lalu aku shalat 2 rakaat sebagai rasa syukur kepada Allah dikaruniai seorang istri. Saat salam, aku lihat istriku juga shalat di belakangku. Kemudian aku dekati dia mau pegang ubun-ubunnya guna aku doakan sesuai dengan sunnah. Tapi tiba-tiba dia mengatakan: sebentar. Lalu dia seperti orang yang mau ceramah;
innal hamda lillah dst. amma ba’du:
“Aku bersyukur telah dikaruniai Allah seorang suami sepertimu, tapi aku tidak tau latar belakangmu, tabiatmu, kebiasaanmu dan lingkunganmu, tolong beritahukan kepadaku apa saja yang kamu sukai, akan aku kerjakan, dan apa saja yang kamu benci agar aku tinggalkan, wassalam.”
Maka aku jawab setelah memuji Allah dan berselawat kepada Rasulullah ﷺ, “bahwa aku suka ini dan itu dan aku benci ini dan itu, wassalam.”
“Sejak itu dia mempraktikkan semua ucapannya, yang dilakukannya semua aku sukai dan tidak pernah sampai hari ini dia melakukan yang aku benci, jadi tidak ada alasan untuk bergaduh.” MasyaAllah indah sekali, rasanya kepingin dapat yang seperti itu. Sabar. Itu idealnya.
Ayo kita benahi pasangan kita agar rumah tangga kita indah seperti Rasulullah ﷺ bersama dengan Khadijah selama 24 tahun beberapa bulan rumah tangganya aman sentosa. Prinsipnya kata Nabi ﷺ:
« خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي ».
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku.” (HR. At Tirmidzi. Shahih)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, diceritakan oleh sahabat Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah mendatangi Nabi ﷺ untuk suatu keperluan. Setelah urusannya selesai, Nabi ﷺ pun bertanya kepadanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Bagaimanakah sikapmu terhadapnya?” ia menjawab, “Saya tidak pernah mengabaikannya, kecuali terhadap sesuatu yang memang aku tidak sanggup.” Beliau bersabda:
« فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ ».
“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad. Shahih)
Rumah tangga kita itu dimotivasi oleh Allah agar sampai kakek-nenek banyak anak dan cucu,
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ
Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah? (QS. An-Nahl, 16: 72)
Apalagi sampai didoakan oleh para malaikat agar masuk surga sekeluarga, Subhanallah.
رَبَّنَا وَاَدْخِلْهُمْ جَنّٰتِ عَدْنِ ِۨالَّتِيْ وَعَدْتَّهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan orang yang saleh di antara nenek moyang mereka, istri-istri, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Ghafir, 40: 8)
Amin…
(*/arrahmah.com)