JAKARTA (Arrahmah.com) – Gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas keputusan Menteri Hukum dan HAM ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, pada Senin (7/5/2017).
Putusan PTUN ini disambut pekik takbir dan pekikan khilafah oleh massa pendukung HTI. “Allahu Akbar, khilafah, khilafah,” pekik massa yang sejak tadi pagi memantau jalannya persidangan.
Mendengar pekikan massa, seorang orator mengingatkan melalui pengeras suara agar massa tenang dan menjaga aksinya tetap tertib. Orator bahkan mengajak massa dan simpatisan HTI untuk berdoa.
Menanggapi keputusan ini, HTI melalui jurubicaranya, Ismail Yusanto, mengatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
“Karena itu tidak menerima, kami akan melakukan upaya hukum berikutnya, banding,” kata Ismail usai persidangan di PTUN, Jakarta Timur, Senin (7/5/2018), lansir Viva.co.id.
Ismail mengaku sangat kecewa dengan keputusan PTUN yang menolak gugatan HTI itu. Menurutnya, pemerintah telah melakukan kezaliman terhadap HTI.
“Kami lihat keputusan pemerintah itu adalah sebuah kezaliman karena telah menetapkan HTI sebagai kelompok dakwah yang menyebarkan ajaran Islam itu sebagai pihak pesakitan dan hari ini majelis hakim melegalkan kezaliman itu,” kata Ismail.
Ia menilai, sesungguhnya yang terjadi dalam pengadilan ini ada dua hal yang menjadi perhatian. Yakni pengadilan terhadap ide khilafah dan pengadilan terhadap dakwah. Menurutnya, apa yang dilakukan HTI selama ini adalah dakwah. Kemudian dakwah yang dilakukan HTI selama ini adalah ajaran Islam yang salah satunya khilafah.
“Karena itu apa yang salah dengan semuanya, apa yang salah dengan dakwah, apa yang salah dengan ajaran Islam, dengan khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum HTI Gugum Ridho Putra mengatakan, pihaknya tetap menghormati keputusan PTUN tersebut. Namun, dia juga menegaskan HTI tetap akan mengajukan proses hukum hingga tahap Peninjauan Kembali (PK).
“Upaya hukum yang tersisa itu ada banding, lalu kasasi, lalu ke PK. Tidak tahu sampai kapan proses hukumnya selesai, tetapi jalur yang tersedia seperti itu,” jelasnya.
Sebelumnya, HTI menggugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum ke PTUN dengan nomor 211/G/2017/PTUN.JKT tertanggal 13 Oktober 2017 lalu. HTI meminta agar SK Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan ormas tersebut dicabut.
(ameera/arrahmah.com)