(Arrahmah.com) – Sebelum memasuki rincian kesepakatan dan membahas poin-poinnya, kami ingin menyampaikan satu poin penting yaitu bahwa kondisi kita sekarang ini pada beberapa sisi mirip dengan kondisi Nabi SAW pada saat datang ke Madinah dan mendirikan sebuah masyarakat Islam yang baru lahir di sana, yang pada waktu itu berbagai mara bahaya mengancam “bayi yang baru lahir” tersebut dari berbagai arah.
Maka penjagaan yang pertama kali dilakukan oleh Nabi SAW adalah barisan internal Madinah yang di dalamnya terdapat bangsa Yahudi yang memerankan pihak yang penting dalam perimbangan, serta membuat kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak dengan mereka untuk menjadi satu kesatuan terhadap pihak yang lain. Inilah yang kemudian dikenal dengan piagam Madinah.
Dengan demikian, gencatan senjata dan membuat kesepakatan adalah termasuk ajaran pokok Nabi SAW. Dan cukuplah bagi kita pada periode ini mencapai kesepakatan menyeluruh dan mengikat dengan MNLA (Gerakan Nasional Untuk Kemerdekaan Azawad) yang dengannya kita dapat memperkuat barisan internal Azawad sebagai persiapan untuk menghadapi ancaman yang sangat besar dari luar. Intinya adalah hendaknya kita mengambil dan menerima petunjuk, pemahaman, siasat yang bagus dan pengaturan Nabi SAW. Dan kami telah sebutkan bagaimana interaksi beliau dengan Yahudi, bangsa pembunuh para Nabi dan musuh terbesar kaum muslimin.
Dan sungguh sangat menyedihkan bagi kami akan gagalnya kesepakatan tersebut, bahkan lebih dari itu adalah terjadinya peperangan pada saat kita sangat menginginkan untuk segera menetapkan dan memberlakukan kesepakatan tersebut dalam bentuk yang nyata. Dan oleh karena waktunya belum terlambat, sementara kebutuhan kita untuk mengadakan kesepakatan itu sangat mendesak dalam rangka mengokohkan barisan internal dan dalam rangka mencegah terjadinya interfensi luar dan menggagalkan segala usaha terbentuknya neo-Shahawat. Oleh karena semua itu kami ingin sampaikan kepada kalian dalam catatan yang penting ini yang sebelumnya telah kami catat dalam nota kesepakatan:
- Nota kesepakatan tersebut dalam pandangan kami adalah sebuah kemenangan besar dan penting untuk meraih tujuan. Dan dalam bentuk pertamanya lebih menguntungkan kita, meskipun kita tidak melakukan perubahan poin apapun dalam kesepakatan tersebut. Bahkan menurut pandangan kami kesepakatan tersebut lebih besar daripada sekadar atap yang dapat diprediksikan oleh setiap pemerhati yang mungkin mau dilakukan oleh MNLA, jika diasumsikan bahwa gerakan tersebut adalah gerakan yang memiliki pandangan dan proyek sekuler.
- Inti dari nota kesepakatan tersebut secara umum menggembirakan, rincian dalam sembilan poinnya tersebut sudah cukup bagi kita, dan keseluruhannya mendukung proyek kita. Atas dasar itu kami berpendapat hendaknya kita lebih bersemangat daripada MNLA dalam melaksanakan kesepakatan tersebut. Dan bahwasanya termasuk tindakan yang salah kalau kita menghalang-halangi atau menyebabkan gagalnya kesepakatan tersebut. Sebelumnya kami berharap kalau para ikhwah itu telah menandatangai kesepakatan tersebut, karena yang paling penting pada saat ini adalah mengikutsertakan MNLA dan menariknya ke dalam barisan kita untuk menghadapi ancaman dari luar. Dan selama mereka mau menerima proyek Dauah Islam dan mau bergandengan tangan dengan kita untuk menjadi satu kekuatan dalam menghadapi musuh kita bersama, apa lagi yang kita inginkan lebih dari itu untuk saat ini? Apakah kita ingin mereka bergabung dengan gerakan Ansharuddin, menjadi kelompok salafi dan mujahid dalam tempo antara sore dan pagi hari? Jika seperti ini, maka kami kira pemikiran semacam ini tidak realistis dan bahkan akan menimbulkan efek yang sebaliknya pada mereka yang mana hal ini akan menjadikan mereka lari dan berbalik memusuhi kita, sementara kita tidak ingin seperti itu.
Maka kita jangan tergesa-gesa dalam semua perkara pada saat ini, dan jangan pula merusak tahapan-tahapan. Karena dengan sedikit kesabaran, kebijaksanaan dan dakwah kita akan meraih apa yang kita inginkan insyaaAllah dalam waktu yang normal.
Kemudian dalam perkara ini kita juga harus ingat dan jangan sampai lupa bahwa yang paling maksimal yang kita inginkan sebelumnya adalah jangan sampai mereka dan orang-orang yang semacam mereka itu menjadi proyek shahawat di kawasan ini, yang akan semakin menguras energi kita dan menambah kepenatan kita. Dan lihatlah, kini Allah telah berkehendak atas karunia dan rahmat-Nya kita dapat mewujudkan jauh lebih banyak dari itu semua. Di mana kita telah berhasil menjadikan mereka satu kekuatan dengan kita untuk menghadapi musuh kita bersama, dan kita dapat jadikan mereka mau menerima Islam sebagai landasan Daulah. Ini jelas merupakan pencapaian yang sangat besar untuk tahap sekarang ini.
- Penolakan para ikhwah atas kesepakan tersebut belum dapat kami pahami alasannya, wallahu a’lam. Untuk syarat pertama, yang kalian inginkan untuk ditambahkan adalah kalimat; “… bahwa setiap tindakan yang menyebabkan pelanggaran terhadap satu prinsip dari prinsip-prinsip Islam akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kesepakatan.” Syarat tambahan ini sebenarnya hanyalah mengulang sesuatu yang sudah ada. Karena syarat ini sudah terkandung dalam poin kedua dalam kesepakatan yang menyebutkan bahwa landasan Daulah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan syarat kedua yang berkaitan dengan piagam Islam yang terperinci, tidaklah pantas pada saat ini untuk dimasukkan atau dikaitkan dengan nota kesepakatan umum yang menitikberatkan kepada prinsip-prinsip umum yang berlaku. Dan selama poin kedua itu sudah jelas pada ruang lingkupnya, menurut pendapat kami lebih baik rincian-rincian persoalan itu diserahkan kepada dewan ulama yang akan dibentuk dan digabungkan dalam dewan sementara, di mana yang menjadi tugas utama dewan ulama’ tersebut adalah mengontrol perjalanan periode sementara ini sesuai dengan ajaran Islam dan melarang segala bentuk pelanggaran syariat Islam. Atas dasar pandangan ini, saya berpendapat bahwa syarat kedua ini jika akan menyebabkan penolakan kesepakatan, maka lebih baik kita menarik kembali darinya dan sebagai gantinya kita komitmen untuk bersungguh-sungguh dalam menerjemahkan poin kedua yang telah disepakati tersebut. Yang secara praktek akan diterjemahkan oleh dewan sementara melalui dewan ulama’ yang akan memberikan jaminan kepada kita untuk tidak menyelisihi syariat dalam semua perkara pada periode sementara tersebut.
- Pada poin kedua dalam kesepakatan tersebut dikatakan: “Kedua belah pihak berkomitmen untuk berusaha mendirikan dan membangun Daulah Islam di Azawad yang manhajnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush shalih.” Dalam pandangan kami – wallahu a’lam– merupakan tindakan yang salah jika pada saat ini kita tergesa-gesa memaksakan fikih tertentu kepada masyarakat muslim Azawad yang dikenal sebagai masyarakat yang menganut madzhab Maliki. Kita biarkan saja dalam hal ini mereka bebas, dan kita buka peluang untuk para da’i dan ulama’ secara bertahap mendakwahi masyarakat dan meluruskan pemahaman mereka sedikit demi sedikit. Adapun mengenai permasalahan fikih, kami berpendapat bahwa sikap yang bijak adalah kita biarkan saja mereka pada saat ini menganut madzhab Maliki, meskipun tidak mengapa kita menasehati dan mendakwahi agar berpegang dengan dalil. Yang penting untuk saat ini adalah mencantumkan ketentuan untuk tidak menyelisihi syariat Islam. Maksudnya adalah tidak menyelisihi syariat Islam pada perkara-perkara yang telah disepakati di kalangan ulama’. Adapun permasalahan-permasalahan fikih yang masih diperselisihkan dan yang bersifat ijtihadi maka kita serahkan kepada dewan ulama’ dalam Daulah Islam. Intinya, kami berpendapat bahwa yang paling benar itu adalah jika para ikhwah dalam poin ini menyederhanakan kalimat sebagai berikut: “Menegakkan dan membangun Daulah Islam di Azawad yang bermanhajkan Al-Qur’an dan Sunnah.”
- Poin yang menyebutkan kemerdekaan wilayah, kami berpendapat hendaknya hal ini tidak kita benturkan dengan dan kita kacaukan dengan pernyataan-pernyataan resmi kita, seperti dengan mengatakan bahwa kita ini tidak mengenal batas-batas wilayah, atau yang penting bagi kita adalah penerapan syariat Islam tanpa peduli dengan batas-batas wilayah. Karena itu semua memuat pesan yang bisa jadi akan memancing Negara-negara tetangga untuk bersegera bersatu memusuhi kita. Untuk saat ini tidak ada masalah dan tidak ada larangan syar’i bagi kita untuk membuat kesepakatan awal dengan MNLA atas batasan-batasan tertentu untuk Daulah Islam Azawad.
- Mungkin poin negatif yang masih ada sampai saat ini dalam kesepakatan tersebut adalah tidak ikutnya kelompok-kelompok penting lainnya dalam kesepatan tersebut, seperti suku Arab yang tergabung dalam Garda Arab untuk Kemerdekaan Azawad, atau suku Songhai dan suku Fulani. Hal ini harus segera ditangani dalam waktu secapat mungkin, dan kita harus mengerahkan segala upaya kita untuk meyakinkan semua golongan agar mau menandatangai kesepakatan tersebut, dan tidak masalah kita menyertakan mereka dalam dewan sementara sesuai dengan kadar jumlah mereka.
Ket:
Songhai adalah grup etnis dari Afrika Barat. Bahasa Songhai adalah bahasa utama mereka. Songhai dan Mandé merupakan grup etnis yang dominan dalam Kekaisaran Songhai yang mendominasi Sahel barat pada abad ke-15 dan ke-16. Songhai dapat ditemui di region Sudan Barat di Mali.
Fula atau Fulani atau Fulbe adalah kelompok etnis yang tersebar di banyak negara di Afrika Barat, Afrika Tengah, sampai Afrika Timur. Mereka berada di Mauritania, Senegal, Guinea, Gambia, Mali, Nigeria, Sierra Leone, Benin, Burkina Faso, Guinea Bissau, Kamerun, Pantai Gading, Niger, Togo, Republik Afrika Tengah, Ghana, Liberia, dan sampai Sudan di timur. Kecuali di Guinea, Fula merupakan minoritas di setiap negara yang mereka huni.
Sumber: Proyek Lokal Strategi Global Al Qaeda – Arahan Umum Proyek Islam dan Jihad di Azawad
Oleh: Yayasan Media Jihad An-Nukhbah
(banan/arrahmah.com)