Oleh Yuliyati Sambas
Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK
Pada 13 September 2023 lalu, Presiden Joko Widodo beserta rombongan telah menjajal Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Ia mengapresiasi moda transportasi listrik tersebut dengan mengatakan bahwa meski kecepatan perjalanan KCJB hingga 350 km/jam, tetapi tak dirasakan sama sekali guncangan di dalamnya. Rombongan dapat leluasa ngobrol di dalam kereta yang sedang melaju super kencang itu, bahkan bisa berdiri, hingga berjalan-jalan tanpa terganggu getaran sedikit pun.
Sepekan pasca perjalanan perdana Presiden beserta rombongan, KCJB dijanjikan telah resmi diberikan izin operasional untuk umum.
Siapa nyana, salah satu Proyek Strategis Nasional tersebut menyimpan bermacam persoalan. Pascaurusan pembebasan lahan yang tak sepi dari problematik, pengalihan pemenang tender proyek dari yang sebelumnya akan diambil pihak Jepang menjadi Cina, perubahan konsorsium BUMN dalam negeri, dan terakhir adanya pembengkakan dana disebabkan cost overrun yang tak sanggup ditanggung sendiri oleh PT KAI sebagai leader of project. Proyek dengan pembiayaan jumbo ini pun telah mangkrak di tahun 2019, hingga kurang lebih 3,5 tahun.
Dikutip dari CNN Indonesia (14/9/2023) bahwa terjadi pembengkakan biaya pembangunan KCJB. Besaran biaya proyek yang sebelumnya ditawarkan oleh Cina di tahun 2015 sebesar US$5,13 miliar ternyata tiba-tiba kini dinyatakan ada cost overrun sebesar US$1,2 miliar, setara dengan Rp18,24 triliun (dengan asumsi bahwa kurs rupiah per dolarnya Rp15.200).
Tak menunggu waktu lama, dengan sigap pemerintah melalui Menteri Keuangan pun melakukan jurus saktinya. Dengan alasan menyelamatkan Proyek Strategis Nasional (PSN), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2023 mulus diundangkan. Beleidnya berisi Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Tak tanggung-tanggung, uang rakyat dalam APBN tersebut siap digelontorkan kapan pun untuk menjamin seluruh kewajiban finansial PT KAI. Dalam menyelesaikan semua biaya pembengkakan proyek. Mulai dari pokok pinjamannya, bunganya, hingga dana lain yang dibutuhkan guna menutupi akibat utang-utang proyek tersebut. Kebijakan itu langsung diberlakukan ketika diundangkan pada 11 September 2023.
Bukan untuk Rakyat?
Sebagai salah satu PSN, sudah semestinya KCJB dibangun dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (bpkp.go.id). Pertanyaannya, apakah KCJB ini diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat negeri ini yang tentu membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan? Dapat diakses dengan gratiskah? Mimpi!
Faktanya kereta listrik super cepat ini disediakan dengan skema bisnis. Artinya, siapa saja yang punya fulus maka ia layak menikmati kenyamanan dan semua fasilitas mewahnya. Jadi kenapa biaya diambil dari uang rakyat yakni APBN, tapi hanya bisa diakses oleh mereka yang berfulus saja? Mari kita telusuri.
Fakta berikutnya, meski tak sepi dari problematik, pemerintah tampak tak pernah menyerah dengan ambisi merampungkan megaproyek Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) itu. Sayangnya jika ditelusuri, banyak pihak meragukan proyek ambisius ini murni untuk rakyat secara umum. Hal ini salah satunya tampak dari tarif yang dikeluarkan untuk menaiki moda transportasi super modern tersebut nyatanya tak mendapat sedikit pun subsidi ketika masyarakat ingin menikmatinya. Dengan kisaran tarif yang diusulkan Rp200-Rp300 ribu, semua tentu bisa menerka untuk kalangan mana kereta nyaman super cepat ini disediakan. Rasanya mustahil semua rakyat Indonesia dengan besaran pendapatan yang minim dapat menjangkaunya.
Terlebih ketika didapati muncul persoalan berikutnya terkait efektivitas perjalanan Jakarta-Bandung dengan kondisi perhentian terakhir tidak di tempat yang strategis. Pengguna masih dipersilakan untuk menaiki moda transportasi berikutnya berupa kereta feeder dan/atau LRT (transportasi kereta ringan). Ini tentu membutuhkan konsumen KCJB untuk merogoh kocek tambahan lagi. Alamak, sangat kentara lekat segmentasi bisnis yang hanya meneropong kalangan ekonomi menengah ke atas saja.
Jika sebelumnya ada kabar bahwa presiden sendiri telah menyatakan akan disediakan subsidi bagi tarif pengguna berupa Public Service Obligation (PSO), tapi kini secara resmi melalui Menteri Perhubungan dengan tegas dikatakan tak ada subsidi atas PSO. Rakyat luas pada akhirnya wajib bersiap menelan ludah kekecewaan untuk bisa menikmati infrastruktur super mewah yang dibuat oleh pemerintah tersebut. Lantas untuk siapa lagi proyek ambisius tersebut dibangun jika bukan demi mewadahi aspirasi dan kepentingan oligarki di lingkar kekuasaan dan kapitalis dalam negeri hingga asing (Cina)?!
Menganut Paradigma Kapitalistik Sekuler
Fix, pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum semisal KCJB terbukti bukan disediakan dalam rangka mengurus dan melayani rakyat secara keseluruhan. Ia lebih ke arah penyediaan fasilitas publik dengan mekanisme pure bisnis. Begitulah yang terjadi di saat negeri berpenduduk mayoritas muslim ini menganut paradigma kapitalistik sekuler.
Hubungan antara penguasa dengan rakyat dalam paradigma kapitalistik dibangun atas dasar bisnis, ibarat penjual dan pembeli, bukan mengurus dan melayani kebutuhan dan urusan rakyat. Paradigma kapitalistik akan senantiasa mengedepankan setiap perkara dalam rangka peraihan materi dan kebanggan yang bersifat fisik. Demi peraihan kebanggaan yang bersifat fisik, proyek ambisius yang menyedot pembiayaan luar biasa pun akan terus dicapai.
Dalam sistem kehidupan kapitalis, rakyat sungguh tidak berdaulat. Sekelompok oligarki dan para pemilik korporat dalam maupun luar negerilah yang sesungguhnya berdaulat.
Pandangan kapitalistik bertemu dengan asas sekuler yang menjauhkan pengurusan kehidupan, bernegara, dan mengurusi rakyat dari aturan agama. Bermunculanlah penguasa-penguasa yang minim empati dan rasa malu menggunakan amanah anggaran yang berasal dari rakyat, tapi nyatanya bukan dalam rangka mengurusi rakyat secara keseluran dan sempurna.
Proyek Infrastruktur untuk Rakyat
Apa yang terjadi di negara yang menganut paradigma kapitalis sekuler tidaklah berlaku dalam sistem dengan paradigma Islam. Sebagai sebuah sistem kehidupan, Islam memiliki pandangan yang menyeluruh dalam setiap persoalan. Selain itu aturan-aturan hidup secara menyeluruh dan rinci pun dimiliki Islam, tak terkecuali urusan berpolitik, bernegara, dan pengurusan rakyat luas.
Dalam persoalan pengurusan rakyat, Islam mewasiatkan kepada penguasa untuk amanah dan sempurna terjalankan. Semua urusan rakyat wajib dipenuhi oleh negara ibarat seseorang kepada gembalaannya. Jika tidak, maka azab Allah yang pedih menanti mereka di kehidupan maha abadi kelak. Hal ini sangat membekas dalam benak setiap penguasa yang menjalankan sistem Islam. Maka mereka akan senantiasa berhati-hati dalam menggunakan setiap dirham harta yang merupakan amanah dari Allah untuk dipergunakan sesuai dengan peruntukan syariat.
Pelaksanaan pengurusan rakyat dilakukan atas dasar melayani, bukan bisnis sebagaimana dalam sistem kapitalisme sekuler. Proyek infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat secara meluas akan diprioritaskan pembangunannya. Mulai dari jalan raya, rel kereta, pelabuhan, bandara, rumah sakit, sekolah dan universitas, juga lainnya. Hasilnya akan diberikan kepada rakyat secara gratis tanpa kecuali. Pelaksanaannya akan dipertanggungjawabkan dan diawasi langsung oleh negara.
Adapun pembiayaannya diambil 100% dari Baitulmal, lembaga keuangan negara yang pemasukan dan pengeluaannya mengikuti aturan syariat. Harta kepemilikan umum yang sangat melimpah semisal bahan tambang menjadi salah satu sumber pembiayaan yang sangat mencukupi untuk membangun sekaligus menggratiskan setiap fasilitas publik. Jika dalam perjalanan kas Baitulmal tidak mencukupi, maka negara akan membuka mekanisme pajak terbatas hanya bagi kalangan orang kaya saja. Pengumpulannya pun dilakukan secara insidental, yang akan dihentikan jika pembiayaan telah terpenuhi.
Untuk opsi utang, Islam memberikan kebolehan bagi penguasa untuk mengambilnya dengan syarat yang ketat. Pertama jika proyek yang dilakukan adalah infrastruktur strategis yang demikian vital bagi rakyat. Kedua dicari sumber utang yang tidak mengandung riba dan tidak berpotensi menggadaikan kedaulatan negara.
Semua mekanisme di atas tentu hanya bisa berjalan secara sempurna jika aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan bernegara. Tak boleh ada satu pun syariat yang dipinggirkan, terlebih ditinggalkan. Niscaya keberkahan hidup akan teraih. Wallahualam bissawab.