PARIS (Arrahmah.com) – Polisi Prancis menggerebek rumah milik pendiri LSM Muslim BarakaCity, Idriss Sihamedi pada Selasa (13/10/2020) waktu setempat. Aksi itu merupakan tindak lanjut dari pernyataan Emmanuel Macron soal perang melawan separatisme Islam di Prancis beberapa pekan lalu.
Penggerebekan dan penangkap Sihamedi diambil langsung di media sosial milik LSM itu. Sebelum ditangkap Sihamedi sempat dipukuli di depan keempat anaknya.
“Penggeledahan pagi ini di rumah presiden BarakaCity,” tulis kelompok itu di akun Facebook dan Twitter, bersama dengan gambar sebuah ruangan yang nampak acak-acakan, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (14/10).
“Idriss dipukuli dengan kejam oleh seorang petugas polisi yang menempelkan kepalanya ke ubin [lantai] sementara dia tidak melawan dan bekerja sama,” tulis kelompok itu.
Seorang karyawan BarakaCity kemudian merekam bagian dalam tempat tersebut, menunjukkan sakelar yang hancur, kamera pengintai dan pintu yang rusak, buku dan file yang berserakan.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi yang dibuat oleh pihak berwenang tetapi Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin baru-baru ini dalam Twitnya menuduh Sihamedi telah ‘membenarkan terorisme’ sebelum kemudian dia menghapus cuitannya itu.
Dalam konferensi pers pada hari Selasa, dia mengatakan total 73 masjid, sekolah swasta dan tempat kerja telah ditutup sejak awal tahun ini dalam rangka perang melawan radikalisasi.
Serangan itu adalah salah satu dari banyak serangan yang terjadi di seluruh Prancis menyusul pengumuman Presiden Emmanuel Macron untuk memerangi ‘separatisme Islam’ di negara itu.
Dia berpendapat bahwa ‘separatisme Islam’ bermasalah, dan menambahkan: “Masalahnya adalah ideologi yang mengklaim hukumnya sendiri harus lebih tinggi dari yang ada di republik.”
Sihamedi telah menyerukan tanggapan Muslim bersatu atas upaya Macron untuk mengontrol kehidupan publik Muslim dan kepercayaan pribadi mereka.
Pidato Macron banyak dikecam oleh Muslim Prancis karena khawatir RUU yang akan diajukan ke parlemen pada Desember mendatang dapat memicu pelecehan terhadap mereka.
Beberapa LSM atau organisasi yang bertindak melawan hukum dan nilai-nilai negara mungkin ditutup atau menghadapi audit keuangan yang ketat, menurut rencana kontroversial tersebut.
Hal ini telah banyak dikritik, beberapa perwakilan komunitas Muslim bahkan menggambarkan langkah tersebut sebagai Islamofobia dan diskriminatif. (Hanoum/Arrahmah.com)