AZAZ (Arrahmah.id) – Protes menyebar ke seluruh Suriah utara selama beberapa hari terakhir, setelah pernyataan Menteri Luar Negeri Turki mengisyaratkan kemungkinan rekonsiliasi dengan rezim Suriah Bashar Asad.
Pada konferensi pers pada Kamis, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengumumkan bahwa ia telah bertemu dengan timpalannya dari Suriah Faisal Mekdad pada sebuah konferensi di Serbia Oktober lalu, dan bahwa dinas intelijen Turki dan Suriah telah memulai kembali kontak satu sama lain.
Menyusul pernyataan itu, serta laporan media Turki yang pro-pemerintah bahwa presiden Recep Tayyip Erdogan dapat melanjutkan kontak dan berbicara dengan timpalannya dari Suriah Asad, para demonstran turun ke jalan-jalan di kota-kota Suriah utara – termasuk daerah-daerah besar yang dikuasai Turki seperti Azaz, Jarablus, dan Al-Bab – untuk memprotes kemungkinan rekonsiliasi, lansir MEMO (13/8/2022).
Ketika protes meletus dan menyebar pada Kamis dan Jumat, rekaman peristiwa tersebut beredar di media sosial, termasuk adegan kontroversial seperti pembakaran bendera Turki di Azaz.
Klip itu memicu ketegangan lebih lanjut mengenai ketidakpuasan banyak orang Turki dengan kehadiran pengungsi Suriah di Turki dan ketidakpercayaan banyak orang Suriah terhadap kehadiran militer Turki di Suriah.
Namun, setelah insiden itu, unsur-unsur oposisi Suriah yang didukung Turki mengutuk tindakan tersebut, dengan Divisi Sultan Murad dilaporkan telah menangkap orang-orang yang terlibat dalam pembakaran tersebut. Laporan juga mengklaim bahwa kelompok itu telah menemukan bahwa orang-orang yang ditangkap adalah anggota kelompok Kurdi Partai Persatuan Demokratik (PYD), yang menurut Turki terkait dengan kelompok teroris Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Berkenaan dengan pernyataan Cavusoglu, oposisi Suriah agak terpecah, karena sekitar 15 kelompok masyarakat sipil di utara mengeluarkan pernyataan kecaman dan faksi Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki telah menyebut rekonsiliasi dengan Asad sebagai “pengkhianatan” yang akan mengarah pada “menyerahkan wilayah itu kepada kekacauan dan kehancuran”.
Sementara itu, oposisi politik resmi Suriah memuji Turki atas perannya dalam mendukung revolusi Suriah selama dekade terakhir. Sejak rezim Asad secara brutal menekan protes damai di seluruh Suriah pada tahun 2011, Ankara memutuskan hubungan dengan Damaskus dan tetap teguh dalam pendirian itu.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, muncul laporan tentang kemungkinan rekonsiliasi di antara mereka, terutama karena kebutuhan mendesak Turki untuk menemukan solusi bagi jutaan pengungsi Suriah di dalam perbatasannya serta kebutuhan untuk mencegah milisi Kurdi aktif di perbatasan Turki-Suriah. Untuk kedua tujuan tersebut – terutama yang terakhir – Erdogan dan pemerintahnya dilaporkan berharap bahwa rezim Asad dapat bekerja sama dan membantu kepentingan nasional Turki tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)