SWEIDA (Arrahmah.id) – Demonstrasi anti-rezim telah terjadi di beberapa provinsi di Suriah, dimana para pengunjuk rasa menyerukan penggulingan Presiden Bashar Asad, dalam suasana yang mengingatkan kita pada awal pemberontakan Suriah di tahun 2011.
Ratusan pengunjuk rasa berkumpul pada Jumat (25/8/2023) di Sweida dan Daraa, keduanya di Suriah selatan, Aleppo utara dan Idlib, di barat laut, dan Deir Azzur, Raqqa dan Hassakah, di timur laut, lansir Al Jazeera.
Protes dimulai enam hari yang lalu di Sweida yang dikuasai pemerintah, ketika rasa frustasi atas kenaikan harga menyebabkan teriakan slogan-slogan anti-rezim.
“Satu-satunya tuntutan kami adalah penggulingan rezim secara keseluruhan karena rezim ini korup,” ujar Jamal, seorang aktivis dari Sweida, yang menyatakan harapannya bahwa demonstrasi akan terus berlanjut, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dengan mengutip dukungan para ulama Druze terhadap tuntutan tersebut.
Para anggota kelompok agama minoritas, yang merupakan mayoritas penduduk Sweida, mengibarkan bendera Druze di samping bendera oposisi Suriah selama demonstrasi berlangsung, kata para aktivis.
Dukungan untuk Sweida
Para pengunjuk rasa di provinsi lain mengangkat slogan-slogan untuk mendukung tuntutan para pengunjuk rasa di Sweida, dan dalam upaya untuk menggambarkan persatuan oposisi.
“Tidak ada perbedaan antara warga Suriah dari semua sekte, kami turun ke jalan hari ini untuk menegaskan hal itu, dan bahwa satu-satunya penjahat adalah Bashar Asad dan semua orang yang membantunya,” ujar Abu Salah Marea, seorang aktivis di daerah utara Aleppo.
Pada 2011, pemerintah Suriah menanggapi protes damai dengan penindasan militer, yang akhirnya mengubah pemberontakan menjadi konflik bersenjata yang terus berlanjut hingga hari ini -meskipun pemerintah, dengan dukungan Rusia dan Iran, sekarang telah mendorong oposisi kembali ke barat laut negara itu.
Para aktivis oposisi memperkirakan lebih dari 600.000 orang telah terbunuh dalam perang tersebut.
Perang juga telah menyebabkan perpindahan lebih dari separuh populasi sebelum perang ke dalam dan luar negeri, mendorong banyak orang Suriah ke dalam kemiskinan.
Seorang aktivis dari Daraa, yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mentalitas masyarakat saat ini sudah berbeda dengan tahun 2011.
“Sekarang rakyat tahu bahwa bertahannya rezim adalah penyebab kekacauan dan kemunduran yang lebih besar daripada kepergiannya,” kata aktivis tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)