TEHERAN (Arrahmah.com) – Protes meletus di seluruh Iran di hari kedua pada Minggu (12/1/2020), meningkatkan tekanan pada kepemimpinan Republik Islam setelah mengakui militernya menembak jatuh sebuah pesawat Ukraina secara tidak sengaja, meskipun sebelumnya menolak pasukan Iran harus disalahkan.
“Mereka berbohong bahwa musuh kita adalah Amerika, musuh kita ada di sini,” satu kelompok pengunjuk rasa meneriakkan di luar sebuah universitas di Teheran, menurut video yang diposting di Twitter.
Pos-pos lain menunjukkan demonstran di luar universitas kedua dan sekelompok pengunjuk rasa berbaris ke Lapangan Azadi Teheran, serta protes di kota-kota lain.
Beberapa media yang berafiliasi dengan negara memberitakan laporan protes universitas, yang mengikuti demonstrasi pada Sabtu (11/1) dipicu oleh pengakuan Iran bahwa militernya secara keliru menembak jatuh pesawat pada hari Rabu lalu, menewaskan semua penumpang yang terdiri dari 176 orang.
Pesawat Ukraine International Airlines jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Teheran menuju ke Kiev pada hari Rabu. Sebagian besar penumpangnya adalah adalah warga negara ganda, sementara 57 adalah pemegang paspor Kanada.
Warga ibukota mengatakan kepada Reuters bahwa jumlah polisi diperbanyak pada Minggu (12/1). Beberapa pengunjuk rasa di Azadi Square pertama kali memanggil petugas di sana untuk bergabung dengan mereka, kemudian mengubah kemarahan mereka pada pihak berwenang, meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah termasuk “Turunlah diktator!” – yang mengacu kepada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khameini, menurut posting media sosial dan Laporan media Iran.
Kantor berita semi-resmi ILNA mengatakan polisi bergerak untuk membubarkan para pemrotes, yang katanya berjumlah 3.000 orang. Video yang diposting online menunjukkan demonstran berlari dari polisi yang menggunakan pentungan dan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Kemarahan publik muncul setelah beberapa hari penolakan militer bahwa pihaknya harus disalahkan atas kecelakaan itu.
“Permintaan maaf dan mengundurkan diri,” tulis harian Etemad moderat Iran dalam sebuah spanduk utama pada Minggu (12/1), menambahkan “permintaan masyarakat bahwa mereka yang bertanggung jawab atas penanganan krisis berhenti.”
Kerusuhan terbaru menambah tekanan yang meningkat pada pemerintah Iran, yang berjuang untuk menjaga ekonomi yang lumpuh bertahan di bawah sanksi ketat AS.
Demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar berubah politik tahun lalu, memicu tindakan keras paling berdarah dalam 40 tahun sejarah Republik Islam. Sekitar 1.500 orang tewas selama kurang dari dua minggu kerusuhan yang dimulai pada 15 November, tiga pejabat Kementerian Dalam Negeri Iran mengatakan kepada Reuters, meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional menempatkan angka itu jauh lebih rendah dibanding angka sebenarnya dan Iran menyebut laporan itu “berita palsu”.
To the leaders of Iran – DO NOT KILL YOUR PROTESTERS. Thousands have already been killed or imprisoned by you, and the World is watching. More importantly, the USA is watching. Turn your internet back on and let reporters roam free! Stop the killing of your great Iranian people!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) January 12, 2020
Mengaku terinsipirasi oleh para demonstran, presiden AS Donald Trump melalui Twitter mengutuk pada pemimpin Iran. Kemudian pada Minggu (12/1), Trump menuturkan dia tidak peduli jika Iran setuju untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat, setelah seorang penasihat senior menyarankan Republik Islam tidak akan memiliki pilihan selain menyetujui pembicaraan.
National Security Adviser suggested today that sanctions & protests have Iran “choked off”, will force them to negotiate. Actually, I couldn’t care less if they negotiate. Will be totally up to them but, no nuclear weapons and “don’t kill your protesters.”
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) January 12, 2020
(Althaf/arrahmah.com)