KAIRO (Arrahmah.com) – Kementrian Luar Negeri Mesir pada Sabtu (4/8/2012) melancarkan aksi protes anti-pembantaian minoritas Muslim di Myanmar, dan menyatakan bahwa mayoritas Budha di Asia Timur itu telah melancarkan kekerasan sektarian secara intensif, Al Arabiya melaporkan.
Pernyataan kementrian itu datang sehari setelah sejumlah massa melakukan aksi protes di Kairo dan membakar bendera Myanmar.
Juru bicara kementrian, Amr Rushdi, “mengutuk kekerasan terhadap Muslim di Myanmar,” ujar pernyataan tersebut.
Utusan Mesir di Myanmar menyaksikan “sebuah perbedaan besar dalam tingkat kerusakan yang menimpa setiap komunitas, seperti yang sudah jelas wilayah Muslim menjadi sasaran kekerasan dan kerusakan lebih lanjut.”
Rushdi mengatakan bisa memahami sejauh mana kemarahan rakyat Mesir pada serangan terhadap Muslim. Meski demikian, Rushdi mengatakan Mesir tetap berkomitmen untuk melindungi perwakilan luar negeri dan menyerukan ketenangan dan diplomasi harus diberi kesempatan.
Partai Kebebasan dan Keadilan Ikhwanul Muslimin, yang menerjunkan Presiden Muhammad Mursi dalam pemilihan Juni, mendesak kementerian luar negeri untuk mengambil “langkah nyata” demi mengakhiri apa yang disebutnya “pembersihan etnis” minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Kekerasan yang meletus pada bulan Juni di negara bagian Rakhine antara umat Buddha dan Rohingya meninggalkan sekitar 80 orang tewas dari kedua belah pihak, data resmi menunjukkan.
Human Right Watch yang berbasis di New York mengatakan angka yang muncul “terlalu diremehkan,” dan menuduh pasukan keamanan Myanmar menembaki Muslim dan melakukan pemerkosaan.
Ratusan warga dan anak laki-laki Rohingya telah ditangkap dan tetap ditahan secara incommunicado di wilayah barat negara yang dulu dikenal sebagai Burma, ia mengatakan dalam sebuah laporan pekan ini.
Pemerintah Myanmar menganggap Rohingya, yang diperkirakan berjumlah 800.000 orang di negara itu sebagai orang asing, sementara banyak warga Buddha Myanmar melihat mereka sebagai imigran gelap dari Bangladesh dan melihat mereka dengan permusuhan.
Presiden Thein Sein pada Juli mengatakan kepada PBB bahwa kamp pengungsi atau deportasi adalah “solusi” untuk Rohingya tersebut. (althaf/arrahmah.com)