JAKARTA (Arrahmah.com) – Maraknya bisnis prostitusi daring karena hukum hanya mengejar dan menghukum pada penyedia jasa prostitusi (mucikari).
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution menegaskan, jika mau tuntas, hukum juga harus menyasar para pengguna jasa prostitusi.
Dalam keterangan pers pada Kamis (17/1/2019), Maneger mengatakan, terkait suburnya bisnis prostitusi daring di kalangan masyarakat karena lemahnya aturan hukum.
Ia menjelaskan, dalam pasal UU Perdagangan Manusia yang dikenakan di situ tidak tercantum pengguna jasa prostitusi.
“Masa yang ditangkap dan dihukum yang jual jasa saja, pembeli dan penggunanya juga harus diberi sanksi,” tandasnya.
Padahal, lanjutnya, terdapat banyak pasal yang bisa digunakan sebagai penjerat para pengguna, seperti dalam pasal asusila dan perzinahan. Sehingga sasaran hukum bukan hanya diarahkan kepada penyedia (mucikari) dan wanita penghiburnya.
“Ini sangat tidak berkeadilan, karena penggunanya ternyata bebas dan tidak dikenakan sanksi hukuman,” ujarnya.
menurut Maneger, digunakannya pasal lain dalam membedah kasus prostitusi online ini diharapkan bisa menekan dan menghilangkan bisnis prostitusi online maupun konvensional.
Sehingga, polisi dituntut untuk lebih bisa progresif dalam penggunaan pasal untuk menyelasaikan kasus prostitusi demi tercapainya keadilan yang seutuhnya.
Setelah ditinjau dari berbagai pasal yang ada, Muhammadiyah setuju jika yang bisa dijerat hukum bukan hanya pelaku dan mucikari, tetapi pengguna jasa juga dikenakan hukuman. Bahkan, jika diperlukan dibuka ke publik sebagai pembelajaran kedepan.
Sumber: Muhammadiyah.or.id
(ameera/arrahmah.com)