Oleh: Ustadz Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
(Arrahmah.com) – Islam adalah agama rahmatan lil alamin (universal), yang bertujuan untuk melahirkan generasi ‘khaira ummah‘ (umat ideal) di tengah-tengah masyarakat dunia. Demikianlah informasi Al-Qur’an yang diwahyukan Allah melalui lisan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Wahai kaum mukmin, kalian benar-benar umat terbaik, yang ditampilkan ke tengah manusia lainnya, supaya kalian menyuruh manusia berbuat baik, mencegah perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya kaum Yahudi dan Nasrani mau beriman kepada Al-Qur‘an dan kenabian Muhammad, maka hal itu lebih menguntungkan mereka. Di antara kaum Yahudi dan Nasrani ada yang mau beriman. Akan tetapi sebagian besar dari mereka adalah penentang kebenaran Al-Qur‘an dan kenabian Muhammad.” (Qs. Ali ‘Imran, 3: 110)
Inilah karakteristik umat terbaik (ideal) yang hendak dimunculkan oleh Islam. Menyeru kebaikan, memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk mengerjakan kebajikan. Selain itu, mencegah kemungkaran dalam segala bentuknya. Semua itu dilakukan di atas landasan iman kepada Allah, bukan berdasarkan ideologi atau pemahaman buatan manusia yang menentang syari’at Islam.
Keimanan kepada Allah, tercermin dalam aqidah yang lurus, terbebas dari segala kesyirikan. Ibadahnya benar, berdasarkan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara akhlaknya terpuji, dan muamalahnya bagus, kemudian menjadi dasar tingkah laku dalam pergaulan sosial kemasyarakatan.
Namun, generasi khaira ummah yang dipersiapkan Islam, hingga kini belum muncul dan belum siap pakai. Generasi Muslim justru sedang tergerus identitasnya, menjadi korban ideologi bathil, sehingga seperti syajarah khabitsah (pohon kekafiran) yang menjulang tinggi, tapi akarnya tak menghunjam dalam ke bumi. Tidak memiliki kekuatan yang mampu mengatasi badai yang melandanya.
Jalan hidup yang dilalui mayoritas Muslim hari ini, bukanlah jalan hidup yang ditunjukkan Islam. Akibatnya, nasib yang menimpa umat ini persis nasib yang menimpa para pendusta Islam.
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Wahai kaum mukmin, sebelum kalian pernah terjadi hukuman pada umat-umat yang durhaka. Karena itu mengembaralah kalian di muka bumi, kemudian perhatikanlah akibat buruk yang menimpa kaum yang telah mendustakan para rasul-Nya.” (Qs. Ali Imran, 3: 137). Selanjutnya baca: (Qs. Al-A’raaf, 7: 103). Mujrimin (Qs. An-Naml, 27: 69).
Saat ini jumlah mukadz-dzibin (orang yang mendustakan Islam), mufsidin (orang-orang yang berbuat sesat dan durhaka), mutrafin (borjuis, yang hidup bermewah-mewah), musyrikin (orang-orang yang menyekutukan Allah) semakin banyak. Kini mereka mempertontonkan prilaku bejat, dan kita sedang menyaksikan akibat perbuatan merekapun yang sungguh dahsyat.
Berkelanalah di muka bumi, perhatikan akibat tanah longsor, tsunami, gempa bumi, badai tornado yang meluluhlantakkan apa saja yang dilaluinya. Tontonlah televisi, kita akan menyaksikan akibat kemungkaran, berupa AIDS karena seks sejenis, terjadinya pembunuhan, mutilasi, perkosaan karena mabuk minuman keras, narkoba. Masuklah ke kantor parlemen, niscaya akan ditemukan begitu banyak koruptor dan perselingkuhan seksual. Perselingkuhan para birokrat, PNS, sehingga terjadi perceraian yang kian meningkat.
Lihatlah pola hidup masyarakat yang terjerumus pada dekadensi moral, narkoba, judi, prostitusi. Segala itu terjadi karena sebagaian besar manusia menolak syari’at Allah dan lebih suka mengikuti aturan thaghut, aturan-aturan sesat dalam menyelesaikan segala perkara dan problema.
Firman Allah:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai Muhammad, tidakkah kamu perhatikan adanya orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada Al-Qur‘an yang diturunkan kepadamu, juga kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepada rasul sebelum kamu? Dalam menyelesaikan perkara, ternyata mereka lebih senang mengikuti hukum thaghut, aturan-aturan sesat, padahal mereka disuruh mengikuti syari‘at Allah. Setan ingin menyesatkan mereka ke jalan yang sangat sesat.” (Qs. An-Nisaa’, 4: 60)
Sababun nuzul ayat ini, berkaitan dengan pertikaian antara dua orang, yang satu ingin menyerahkan keputusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang seorang lagi ingin menjadikan orang Yahudi sebagai hakim yang akan memutuskan perkara di antara mereka.
Suatu ketika terjadi pertengkaran di antara orang munafik dan yahudi. Berkatalah seorang yahudi, “marilah kita meminta putusan kepada Muhammad,” Orang yahudi ini ingin berhakim kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dia mengerti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengambil suap. Tetapi orang munafik itu berkata, “mari kita meminta putusan dari orang yahudi,” karena si munafik ini tahu bahwa orang yahudi mau menerima suap. Maka bersepakatlah keduanya untuk datang kepada seorang dukun di Juhainah. Lalu turun ayat, “tidakkah kamu memperhatikan orang orang yang mengaku…..“
Manusia belum pernah mampu menciptakan aturan atau tatanan hidup/hukum yang bersifat universal dan konprehensif sebagai pedoman mengatur tingkah laku manusia. Karena itulah Allah menurunkan syari’at untuk mengatur kehidupan mereka. Syari’at Allah yang diturunkan kepada manusia menjelaskan segala persoalan yang selama ini tidak dapat mereka pecahkan.
Sayang sekali mayoritas manusia bersikap oportunis, sehingga menjadi obyek paling lemah bagi kepentingan propaganda ideologi bathil.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ عَلَىٰ حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Ada segolongan manusia yang selalu berubah-ubah pendiriannya dalam menyembah Allah. Apabila ketika menjalankan agamanya mendapatkan keuntungan dunia, hatinya senang. Apabila ketika menjalankan agamanya mendapatkan rintangan berat, dia menjadi kafir kepada Allah. Orang semacam itu rugi di dunia dan di akhirat. Kerugian di akhirat adalah kerugian yang sebenarnya.“ (Qs. Al-Hajj, 22: 11)
Provokasi Ideologi Jahiliyah
William Ewart Gladstone (1809-1898), mantan PM Inggris mengatakan: “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasasinya selama di dalam dada pemuda-pemuda Islam bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Oleh karena itu tanamkanlah ke dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”
Kebencian Gladstones juga tercermin dalam kata-katanya: “So long as there is this book, there will be no peace in the world” (Selama ada Al-Qur’an ini, maka tidak akan ada perdamaian di dunia)
Pernyataan Gladstone sudah berlalu lebih dari 200 tahun, tetapi para phobia Islam melestarikannya sebagai metode efektif dan implementatif untuk menyimpangkan manusia dari jalan Allah. Mereka menggunakan media massa dan elektronik, melalui budaya, mimbar ilmu di perguruan tinggi maupun lewat seni dan buku-buku serta pidato di berbagai forum.
Al-Qur’anul Karim menginformasikan kepada kita:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan diantara manusia ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah tanpa Ilmu, dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itulah yang akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman, 31: 6)
Ayat di atas menjelaskan bahwa provokator kebathilan dengan tujuan menyelewengkan manusia dari jalan-Nya faktual, bukan fiktif. Mereka memprovokasi manusia dengan ucapan manis tapi beracun, dan menyesatkan melalui pemikiran berkedok ilmu pengetahuan.
Fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Seorang guru sedang duduk menghadap murid-muridnya dan berkata:
“Ada satu permainan. Di tangan kiri saya ada racun, di tangan kanan ada madu. Jika saya angkat racun, maka berserulah “madu!”. Jika saya angkat madu, maka katakanlah “racun!” Lalu, di mulailah permainan tersebut. Pada awalnya para murid kerepotan, namun lambat laun mereka menjadi terbiasa.
Sang guru tersenyum puas seraya berkata. “Anak-anak, begitulah kita umat Islam. Mulanya kita dengan jelas dapat membedakan, yang ini haq dan yang itu bathil. Kemudian, musuh musuh Islam datang kepada kita, memaksakan kehendaknya dengan berbagai cara, hingga sanggup membalikkan yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya yang bathil menjadi haq.
Awalnya, mungkin kita sulit untuk menerimanya, tapi karena terus menerus disosialisasikan dengan cara-cara menarik, akhirnya kita menjadi terbiasa pada fakta yang sudah diputarbalik tersebut. Seperti ungkapan, “Jika kebathilan dibicarakan berulang-ulang oleh banyak orang dan di banyak kesempatan, niscaya orang akan menganggapnya sebagai kebenaran.”
Persis seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ . قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ : فَمَنْ ؟
“Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun pasti akan memasukinya.” Kami (sahabat) bertanya: “Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada gilirannya, kalianpun mengikuti kebiasaan tersebut berangsur-angsur hingga akhirnya kalian menjadi penentang Islam dan membela kekafiran.
Hari ini, pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu. Zina tidak lagi dianggap haram, bahkan para artis penzina jadi idola. Pakaian seksi menjadi trend tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend hiburan yang mengaasyikan, hedonisme menjadi gaya hidup alternatif. Kawin sesama jenis sudah mendapat legalitas hukum di banyak negara di dunia.
Skenario Merusak Citra Islam
Selama berabad-abad, orang-orang kafir mencari aib Islam melalui Al-Qur’an dan pembawa Al-Qur’an Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak menemukan, selain asumsi atau sekedar kecurigaan. Tetapi ketika mereka mengenal Islam melalui prilaku umat Islam, nampaklah di mata mereka Islam yang tidak toleran, teroris, diskriminatif terhadap kaum perempuan, anti minoritas. Berdasarkan stigma itu kemudian mereka memaksakan ideologi bathil seperti demokrasi, sekularisme, liberalisme sebagai pilihan.
Propaganda para phobia Islam itu telah diinformasikan dalam Al-Qur’an:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَايَاكُمْ وَمَا هُمْ بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Orang-orang kafir berkata kepada orang-orang mukmin:”Wahai orang-orang mukmin, ikutilah cara hidup kami. Kami akan menanggung segala dosa kalian selama kalian mengikuti kam.”Padahal sebenarnya orang-orang kafir itu tidak sedikit pun sanggup menanggung dosa-dosa mereka sendiri. Sungguh orang-orang kafir itu berdusta.” (Qs. Al-Ankabut, 29: 12)
Badan Intelijen Amerika Serikat, CIA (Central Intellegent Agency) membentuk lembaga dana sosial bernama “Asia Foundation” yang mengucurkan dana ber-milyar dollar per tahun. Di Indonesia, lembaga ini sebagai pengusung dan sponsor gerakan SEPILIS yaitu penyakit Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme yang merusak akidah Islam. Mereka berprinsip “Bunuh anjing dengan anjing, jangan kotori tangan kita dengan darah anjing”.
Maka dibuatlah skenario besar, di antaranya memberi beasiswa pemuda Islam untuk study Islam ke Universitas yg sengaja mereka sediakan untuk menghancurkan akidah Islam, seperti mengajarkan filsafat Hermeneutika untuk menafsirkan al-Qur’an. Dengan harapan sekembalinya ke tanah air mereka menjadi boneka kaki-tangan yang dapat menghancurkan umat Islam dari dalam. Jaringan Islam Liberal inilah hasil kerja keras mereka untuk membelokan akidah umat Islam.
Untuk menggambarkan, bagaimana musuh-musuh Islam menjebak, menjerat bahkan mengiris-iris akidah kaum Muslimin, cobalah pahami ilustrasi di bawah ini. Seorang ustadz berkata kepada para santrinya.
“Saya punya Al-Qur’an. Saya letakkan di tengah karpet. Kalian berdiri di luar karpet. Nah, ambillah Al-Quran ini tanpa menginjak karpetnya!” Para santripun berpikir keras. Ada yang punya alternatif menggunakan tongkat, sapu dan sebagainya. Akhirnya sang ustadz memberikan solusi. Ia gulung karpetnya dan diambillah Al-Quran itu. Ia memenuhi syarat tidak menginjak karpetnya.
Begitulah strategi musuh-musuh Islam menghadapi umat Islam. Mereka akan menggulung umat Islam perlahan-lahan dari pinggir, mencopot Al-Quran dari jiwa umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mulai dari pemikiran, ideologi, perangai, cara hidup, model pakaian, hingga urusan keluarga dan negara.
Akibatnya, betapa banyaknya orang mengaku muslim tapi kehilangan identitas keislamannya. Bahkan menjadi penentang Syari’at Islam. Inilah kenyataan pahit itu. Musuh-musuh Islam sejak zaman dahulu bahu-membahu dan secara terus menerus ingin memadamkan cahaya Islam.
Namun, betapapun upaya musuh-musuh Islam memprovokasi umat Islam dengan cara menjelek-jelekkan Islam, tapi mereka tidak akan mampu mengalahkan hujah kebenaran Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
اَلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Wahai kaum mukmin, orang-orang munafik selalu mengharap musibah menimpa kalian. Jika kalian mendapatkan kemenangan dari Allah, orang-orang munafik berkata: “Wahai kaum mukmin, bukankah dahulu kalian bersama kami?” Akan tetapi, jika orang-orang kafir yang mendapatkan kemenangan, orang-orang munafik berkata. “Wahai orang-orang kafir, bukankah kalian dahulu telah kami beritahu tentang keadaan orang-orang mukmin, dan kami membela kalian menghadapi tantangan orang-orang mukmin?” Allah kelak akan mengadili kalian semua pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan kebenaran hujah orang-orang mukmin.“ (Qs. An-Nisaa’, 4: 141)
Wallahu a’lam bish shawab.
*Disampaikan pada Tazwidud Du’at, Santri Pesantren Al-Mukmin, Surakarta, Sabtu 08 Juni 2013.
(samirmusa/arrahmah.com)