MAKASSAR (Arrahmah.com) – Pemutaran perdana film Dilan 1991 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (28/2) disambut sejumlah penolakan oleh kalangan tertentu karena diangap mempertontonkan adegan yang bertentangan dengan nilai moral.
Salah satu penolakan disampaikan Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan Nasional. Mereka berdemonstrasi di depan Mal Panakkukang, Jalan Boulevard Makassar, sebagai bentuk protes terhadap pemutaran film.
Aliansi meminta pengelola jaringan bioskop se-Makassar agar menarik film garapan sutradara Fajar Bustomi dan Pidi Baiq dari daftar tayang.
Dalam pernyataannya, Aliansi menilai banyak adegan pada film Dilan 1991 yang melanggar hukum. Mereka merujuk Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang kegiatan perfilman dan usaha perfilman, yakni mempertontonkan adegan asusila dan amoral.
Aliansi yang diwakili belasan mahasiswa meminta agar pemerintah, melalui Dinas Pendidikan Kota Makassar, melarang penayangan film di seluruh wilayah kota.
“Film ini melecehkan guru sebagai tenaga pendidik yang menanamkan nilai-nilai kebaikan terhadap generasi muda,” ungkapnya.
Pegiat Serikat Kritikus Film Makassar Yudhistira Sukatanya menilai penolakan terhadap Dilan 1991 tidak lagi relevan. Demikian juga dengan perdebatan soal layak tidaknya. Sebab film tersebut sudah melalui lulus sensor sebelum dilepas ke publik.
Hanya saja, Yudhistira menilai selama ini memang masyarakat tidak memperoleh transparansi soal sensor film. Film yang layak tayang tidak dijelaskan penilaian dan alasannya lulus sensor. Akibatnya, masyarakat pun perlu melakukan penyaringan secara mandiri terhadap berbagai tayangan.
“Kita perlu lembaga sensor film yang kredibel. Masyarakat pun punya alat sensor mandiri. Kalau tidak suka atau tidak setuju, ya jangan nonton. Itu hukuman sosial bagi pembuat film yang tidak peduli tanggung jawab sosial,” ucapnya.
(ameera/arrahmah.com)