Oleh Rosita
Pegiat Literasi
Meskipun tidak mendapatkan sokongan anggaran dari Pemkab Bandung melalui APBD karena belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan teknis (juknis), tetapi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung akan tetap dilaksanakan. Yaitu melalui alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan juga melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Hal ini dibenarkan oleh Marlina selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida). Ia juga menyebutkan bahwa terdapat lima satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) di Kabupaten Bandung, yakni: Kecamatan Bojongsoang, Nagreg, Cicalengka, Ciparay, dan Rancaekek. (Kompas.com, 7 Januari 2025)
Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah Program unggulan presiden dan wakil terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Diperkirakan untuk pembiayaan memerlukan sebesar Rp100-120 triliun pada tahun pertama, dengan sasaran 82,9 juta anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia. Namun hingga kini masih belum jelas sumber anggarannya berasal dari mana.
Kebijakan Populis, tanpa Persiapan yang Matang
Menurut Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, sumber dana yang digunakan untuk membiayai program MBG tersebut menjadi yang terbesar berasal dari APBN. Kendati demikian, masih ada sejumlah kementerian atau lembaga, serta sumber dana lain yang masih dirahasiakan. Sejumlah usulan pun bermunculan untuk menutupi kekurangan anggaran, yaitu bisa dari dana desa 20%, zakat, Infak dan sedekah (ZIS).
Hal ini menunjukan bahwa program MBG tidak lebih sekedar kebijakan populis, karena sumber anggaran masih simpang siur atau belum pasti, apakah dari APBN, APBD, atau ZIS. Ketidakpastian ini bukan hanya dialami oleh pemerintahan daerah saja, pusat pun mengalami hal serupa.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa, secara nasional belum ada UU yang mengatur secara khusus anggaran program MBG ini. Di tingkat pusat, dana ini akan masuk ke dalam pembelanjaan kementerian pendidikan. Juga akan memaksimalkan pemungutan pajak, konsekuensinya akan memangkas komponen anggaran pendidikan lainnya, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan non PNS akan menurun. Tingginya pungutan yang diberlakukan secara otomatis akan menambah kesengsaraan rakyat.
Inilah gambaran pengayoman dalam sistem kapitalis, di mana setiap kebijakan seolah-olah dipaksakan. Tidak ada perencanaan yang matang baik dari segi teknik maupun pendanaannya. Tidak ada sumber pendapatan negara yang kokoh, karena pendapatan utamanya berasal dari pajak dan juga hutang. Selain itu peluang melakukan kecurangan sangat mungkin terjadi. Maka semakin jelas dan terang benderang bahwa MBG ini hanya ikut-ikutan dan agar terkesan semua dilakukan demi kepentingan rakyat.
Sistem Islam Menjamin Kebutuhan Rakyat
Sistem kapitalis berbanding terbalik dengan aturan Islam, di mana seorang pemimpin tidak akan membuat kebijakan yang menyalahi tanggung jawabnya. Seperti halnya memenuhi kebutuhan gizi setiap masyarakat terutama anak-anak, ibu hamil dan menyusui, manula, serta mereka yang memiliki kekurangan fisik. Karena seorang Pemimpin kaum muslim akan memahami betul bahwa jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana hadis yang disampaikan oleh Rasulullah saw:
“Jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.” (HR. Muslim)
Dalam mekanisme pemenuhan kebutuhan gizi, penguasa akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi para laki-laki dewasa. Sehingga mereka bisa melaksanakan tanggung jawabnya untuk memenuhi gizi keluarganya, jika para kepala rumah tangga masih tidak mampu, maka beralih pada saudara atau keluarganya, jika masih belum tertunaikan baru kembali kepada negara. Pemerintahan yang akan menjamin secara langsung semua kebutuhan rakyatnya.
Selain itu dalam aturan Islam, masyarakat berhak mendapatkan jaminan seperti, pendidikan, kesehatan, dan juga keamanan. Maka pemerintah tidak akan mengutak-atik anggaran yang menjadi hak rakyat. Adapun terkait sumber pendanaan, akan diambil dari kas baitulmal, salah satunya dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri.
Sedangkan untuk pemungutan pajak, negara hanya memberlakukan jika kas baitulmal mengalami kekurangan atau kekosongan, itu pun sifatnya hanya sementara dan hanya dipungut dari orang kaya. Jika baitulmal sudah kembali normal maka pungutan pajak pun dihentikan.
Inilah gambaran keadilan jika sistem Islam diterapkan, maka sebagai kaum muslim yang bertakwa memiliki kewajiban untuk mengembalikan kehidupan Islam secara sempurna dan menyeluruh, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. para sahabat, dan juga pemimpin Islam.
Wallahu’alam bis shawab