SUKOHARJO (Arrahmah.com) – Program deradikalisasi berkedok penanggulangan terorisme, merupakan proyek mengamputasi Syariat Islam dan upaya memecah-belah kekuatan umat Islam.
Hal itu diungkapkan Ustadz Abu Rusydan dalam bedah buku “Kritik Evaluasi dan Dekonstruksi Gerakan Deradikalisasi Aqidah Muslimin di Indonesia” yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo di Masjid Baitul Makmur Solo Baru Sukoharjo, Ahad (31/7/2011) lalu.
Sebagai orang pernah menjadi korban deradikalisasi ketika ditangkap Densus 88 dengan tuduhan terorisme, Abu Rusydan sangat memahami trik-trik para penyidik dalam menginterogasi para tahanan yang dituduh terlibat dengan kegiatan terorisme.
Menurutnya, deradikalisasi yang gencar dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah program yang konsep dan praktiknya cacat dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sama sekali.
“Saya sejak awal sudah mengetahui dan menduga bahwa program ini merupakan program yang cacat baik secara konsepsinya maupun prakteknya. Program ini kalau dipelajari maka akan membingungkan, BNPT sendiri dalam berdiskusi dengan pihak lain tentang programnya tersebut, tidak bisa menjawab pertanyaan lawan diskusinya,” ujar ustadz yang sekarang berdomisili di Kudus itu.
Abu Rusydan menjelaskan sasaran utama Gerakan Deradikalisasi Terorisme adalah pola pikir dan nilai-nilai Islam. Pola pikir yang disasar adalah pemikiran yang menginginkan tegaknya Syariat Islam dan Khilafah Islamiyah, sedangkan nilai-nilai Islam yang dibidik adalah pemahaman Islam mengenai al-wala’ wal-bara’, takfir, jama’ah, bai’at dan sistem perjuangannya melalui jihad dan istimata.
“Tidak ada satupun sasaran deradikalisasi ini yang menyasar kepada istilah dan nilai-nilai agama lain seperti Nasrani, Hindu, Budha, dan lain-lain. Jadi orang yang mempunyai faham di atas patut dijadikan obyek Deradikalisasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Abu Rusydan juga menjelaskan kebohongan BNPT, yakni berkoar-koar di media cetak maupun elektronik bahwa salah satu faham kelompok teroris adalah mengafirkan orang yang berada diluar kelompoknya.
Hal tersebut bertolak belakang dengan pengalamannya selama berinteraksi dengan para mujahidin baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri semisal Al-Qaidah dan bahkan pemimpin-pemimpin Al-Qaidah, ia tidak pernah mendengar para Mujahidin mengafirkan orang yang berada diluar kelompoknya.
“Ini adalah kebohongan dan kedustaan yang besar dari BNPT,” tegasnya.
Kebohongan lainnya BNPT adalah dengan mengatakan bahwa salah satu faham kelompok Teroris adalah sering mengafirkan penguasa dan pemerintahan ‘sah’ yang tidak mau berhukum dengan Al Qur’an dan Sunnah, hanya dengan mengambil potongan ayat Al-Qur’an secara sebagian dan mengambil fatwa ulama yang tidak diakui oleh kalangan ulama Saudi.
Menurutnya, tuduhan BNPT itu adalah asumsi yang tidak berdasar, karena mereka tidak pernah mau mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh secara keseluruhan. Mengutip fatwa Syaikh Bin Baz yang merupakan ulama yang diakui fatwanya oleh kalangan ulama Saudi, Abu Rusydan menjelaskan, status hukum bagi penguasa atau pemerintah yang tidak mau menghukumi manusia dengan apa yang telah Allah turunkan dan mengganti hukum Allah dengan hukum buatan manusia, dan menganggap hukum manusia lebih baik dari hukum Allah, maka hukumnya adalah kafir.
Abu Rusyadan menegaskan, untuk memangkas perjuangan penegakan syariat Islam dan memecah-belah kekuatan Islam, proyek berkedok deradikalisasi terorisme itu sedini mungkin mematikan istilah-istilah Islam diganti dengan istilah-istilah kebangsaan.
“Gerakan Deradikalisasi Terorisme adalah program amputasi organ penting agama Islam dan kaum muslimin terhadap keinginan umat Islam untuk tegaknya Syariat Islam dan untuk memecah belah kekuatan umat Islam,” jelasnya.
“Salah satu sebab mereka adalah sedini mungkin merusak istilah Ukhuwah Islamiyah dengan istilah-istilah yang mereka inginkan seperti istilah Ukhuwah Wathoniyah, dan-lain-lain,” terangnya.
Selain itu, untuk mengamputasi ruh Islam, BNPT melakukan segala cara untuk menumpas segala kegiatan yang mengarah kepada jihad dan hubbusy-syahadah. Padahal jihad juga disyari’atkan dan diperintahkan dalam Islam. Bahkan kedudukan jihad, pahalanya lebih besar dari pada ibadah lainnya seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain. Wallohua’lam. (voaI/arrahmah.com)