Ini adalah sebuah biografi singkat dan sederhana dari Abu Turab rahimahullah yang telah mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah. Dia mengajarkan manusia apa arti berkorban fi sabilillah yang sesungguhnya. Dari hari-hari jahiliyah, ketika dia mendapat hidayah Islam, dia tinggalkan segala materialisme hidupnya.
Kehidupan bersama keluarga tercinta
Dia awalnya adalah seorang pegawai kerah putih profesional yang kemudian mencari pekerjaan sederhana biasa hanya supaya dia bisa menyajikan makanan di atas meja rumahnya dari pendapatan yang Halal.
Menurut Ummu Turab (istri-nya), dia hanya tidur sebentar setelah seharian bekerja. Ia kemudian akan mendapati suaminya itu melaksanakan shalat Tahajjud pada tengah malam. Kisah hidup mereka dimulai dengan hukuman penjara dan penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah, serta dengan melewati ujian baru ketika putri bungsu mereka menderita kanker.
Ummu Turab mengatakan bahwa dulu orang-orang mengucapkan perkataan yang keji pada mereka, bertanya mengapa mereka membuang-buang uang mereka untuk menyelamatkan seseorang yang ditakdirkan untuk mati. Hanya Allah Yang Maha Tahu kapan waktu bagi seseorang untuk meninggalkan dunia ini. Suaminya mengabaikan ejekan ini dan bekerja tanpa kenal lelah untuk menghemat uang, untuk membeli obat-obatan dan makanan bagi keluarganya.
Dulu dia berdiri dalam antrian panjang hanya untuk mendapatkan nomor untuk memeriksakan putrinya ke dokter. Alhamdhulillah, pengobatan pertama berjalan baik untuk putri mereka, pengobatan itu meringankan rasa sakit yang ia derita sampai batas tertentu. Ummu Turab berkata bahwa ia merasakan pengorbanan besar yang telah dilakukan suaminya dalam kekurangannya saat pertama kali ia mengerjakan pekerjaan yang suaminya lakukan hanya untuk putri mereka sendiri. Ia tidak pernah tahu berapa banyak pekerjaan yang suaminya lakukan, karena dia tidak pernah mengeluh padanya. Subhanallah.
Dia adalah seorang suami yang penuh kasih, seorang ayah dan seorang kakek. Bila ada seorang pria yang sedang mencari alasan untuk duduk-duduk di rumah, dia bisa saja menemukan alasan itu, yaitu dengan [alasan ada] seorang putri yang sakit parah di sisinya tanpa siapapun untuk bergantung kecuali Allah. Namun dia tetap bergabung dengan kafilah Jihad setelah bekerja tanpa kenal lelah hingga sampai ke bumi Jihad.
Ummu Turab meminta suaminya untuk pergi [berjihad] dan menemukan cara untuk mendapatkan pengampunan dari Allah Subhanahu wata alaa, serta membiarkan dirinya menemukan jalannya sendiri ke Jannah in syaa Allah dan tidak perlu mengkhawatirkan dirinya.
Hijrah ke Negeri Syam
Abu Turab meninggalkan keluarganya dan bocah lelaki yang mereka asuh selama empat tahun terakhir dengan Rahmat Allah Subhanahu wata alaa. Ada pelajaran berharga bagi orang-orang yang memahami untuk belajar dari dia karena dia menunjukkan kesabaran luar biasa selama waktu keberangkatannya. Dia tidak pernah mengeluh tentang uang yang harus dia belanjakan di jalan ini atau tentang kelangsungan hidup keluarganya.
Selama hari-hari terakhir di negeri asalnya, ia hidup sebagai seorang buronan yang melarikan diri cakar-cakar kejam Kepolisian. Ketulusan kepada Allah Subhanahu wata alaa membuka jalannya untuk bergabung dengan barisan Mujahidin, Alhamdulillah. Dia menunjukkan keinginan untuk mempelajari apa yang diajarkan padanya dalam pelatihan jihad. Dia menjalani semua dengan gemilang seperti seorang pemuda. Dia bukan orang yang duduk di pinggir. Dia meminta dirinya dikirim ke medan Ribat dan Jihad segera setelah dia menyelesaikan pelatihan.
Di tengah dinginnya malam Negeri Syam, ketika berwudhu, pria kurus ringkih ini begitu menggigil, tapi dia terus berusaha dan bangun untuk qiyamul lail tanpa henti sebelum sebagian besar saudara-saudara [mujahidin] bangun untuk shalat. Pernah putri bungsunya menunjuk sebuah ponsel dan mengatakan bahwa itu ponsel ayahku, mengingatkannya dengan kasih sayang. Ini adalah salah satu harta yang dimilikinya ketika dia berada di bumi [jihad] ini dan dia menjualnya untuk membeli senjata untuk membela Agama Allah. Orang-orang dari Negeri Syam menggambarkan dia sebagai seorang pria milik akhirat dan mereka mencintainya karena Allah. Setiap kali mereka mengucapkan namanya, air mata menggenang di mata mereka karena mereka mencintainya seperti darah dan daging mereka sendiri. Dia hidup dengan nama Turab-nya yang berarti tanah.
Karena dia dengan rela dan rendah hati mengikhlaskan tubuhnya tercabik menjadi potongan-potongan ke tanah di jalan Allah, menakutkan kaum Kuffar hingga lutut, menciptakan kehancuran dan bencana [bagi musuh] dan membuka gerbang bagi umat Islam untuk masuk untuk berperang di jalan Allah. Dia mungkin bukan apa-apa selain debu dan tanah di mata orang yang suka menyalahkan, tapi dia adalah sebuah mercusuar cahaya bagi umat Islam dari tanah Syam.
Perjalanan menuju Jannah
Semoga Allah menerima amal baiknya dan memaafkannya dan semua umat Islam. Malam ketika dia meninggal, Ummu Al-Turab Maldifi melihat sebuah mimpi. Abu Turab tampak sangat indah dan bersinar, dia mendatangi Ummu Turab, memanggilnya untuk bangun shalat Tahajjad. Ketika ia bangun, waktu menunjukkan pukul 02:30 pagi dan sudah waktunya untuk tahajjad di bawah bintang-bintang Maladewa yang bersinar.
Semoga Allah menerimanya sebagai seorang syuhada dan semoga Allah menerima kesyahidan semua Mujahidin yang tulus di seluruh dunia dan menerima amal baik mereka dan mengampuni segala kesalahan mereka.
Semoga Allah menerima upaya sederhana ini dalam menulis biografi hamba yang rendah hati ini dan menghadiahkan upayanya hanya di Jannah dan mengampuni semua kesalahan dan hal berlebihan yang mungkin telah saya tulis.
Apapun yang baik didalamnya adalah dari Allah dan apapun yang buruk adalah dari setan dan kesalahan saya sendiri. Semoga Allah Subhanahu watta alaa mengaruniakan kemenangan kepada umat Muslim ini. Aamiin Allahumma Aamiin.
Ditulis oleh
Abu Ayyub Al-Maaldifi
15 Juni 2014
Bilad Al-Sham Media (Maldivians in Syria)
@BiladAlSham_Dhi
Diterjemahkan Oleh:
www.arrahmah.com
(banan/arrahmah.com)