JAKARTA (Arrahmah.com) – Prof DR Romli Atmasasmita, SH, LLM,
Ketua Umum masyarakat hukum pidana dan kriminologi Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa dalam KUHP penistaan agama terjadi seketika diucapkan, adapun delik formil dan niat tidak dipertimbangkan.
“Karena hukum pidana hanya atas perbuatan,” tegasnya dalam perbincangan di medsos, Senin (7/11/2016).
Diketahui, Kapolri Tito Karnavian menyoal kata pakai dalam kasus penistaan agama oleh Basuki alias Ahok. Kapolri bilang sedang didalami trankrip yang beredar, karena ada kata yang hilang dari pernyataan aslinya.
“Nah ini (hilangnya kata pakai-red) yang sedang kita minta keterangan kepada saksi ahli bahasa. Sebagai penyidik kami hanya menerima dan nantinya menyimpulkan dari ahli-ahli ini,” kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada wartawan di Istana Negara, Sabtu (5/11), lansir Tribratanewsjatim.
Menurut Tito, transkrip video yang diunggah Buni Yani ada perbedaan penting dengan transkirip aslinya. “Bahasanya kan begini : jangan percaya kepada orang bapak ibu punya pilihan bathin sendiri, tidak memilih saya. Dibohongi PAKAI ada kata pakai. Itu penting sekali. Karena beda dibohongin Al Maidah 51 dengan dibohongin pakai Al Maidah 51,” jelas Tito.
Sementara Prof Romli menyatakan bahwa tidak ada bedanya kata pakai dengan tidak. “Menurut saya gak ada bedanya 2 kalimat tersebut, karena tujuan sama, agar dalam Pilkada tidak dipengaruhi surat AlMaidah 51 untuk milih Ahok,” terang Profesor.
Menurutnya secara hukum pidana sama saja, pengguna dan alat yang digunakan, tidak dapat dipisahkan.
“Contohnya membunuh pakai pisau, dalam hukum pidana, pisau jadi barang bukti,” jelasnya.
Dia pun menegaskan ucapan Ahok di pulau seribu yang didengarnya merupakan penistaan agama.
“Ucapan Ahok di pulau seribu yangsaya dengar berulang ulang, termsuk penistaan terhadap ajaran agama Islam,” katanya dalam perbincangan di Medsos.
Dia merinci bahwa Ahok telah melanggar dua hal
1) Menggunakan ayat Al Quran bukan kompetensi sebagai ahli agama
2) Ucapan jangan mau dibohongi dengan surat Al Maidah
Terkait point 1, Prof Romli mengajukan sejumlah pertanyaan untuk Ahok,”Aapa tujuan ucapan yang bersangkutan? Mengapa gunakan surat Al Maidah 51 untuk mencapai tujuan tersebut? Dan kompetensinya apa?”
Selanjutnya Prof Romli menjelaskan pada Pasal 156 a KUHP ada 2 elemen;
a. Penistaan agama
b. Dengan maksud agar orang lain tidak beragama.
“Pasal 156 a KUHP huruf a yang tepat untuk perbuatan Ahok dan tidak perlu niat karena delik formil. Karena surat Al Maidah 51 dipandang Ahok sebagai sarana/alat untuk berbohong,” tegasnya.
“Tidak perlu harus dibuktikan ada kelompok orang yang dirugikan,” tambahnya.
Setelah diteliti, kata Prof Romli, dugaan penodaan agama oleh Ahok: yang paling dekat terkena Psl 156, huruf a KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun.
(azmuttaqin/arrahmah.com)