BOGOR (Arrahmah.com) – Dalam Al-Qur’an dan hadits kata “ilmu” banyak disebutkan. Bahkan, dengan ilmu, manusia bisa menggenggam dunia dan dapat ditinggikan derajatnya.
“Jika manusia menginginkan dunia, ingin ditinggikan derajatnya, maka bisa dicapai dengan ilmu,” demikian disampaikan oleh Prof. KH. Didin Hafidhuddin dalam taushiyah di hadapan ratusan sivitas akademika Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor Kamis, (10/9/2015), sebagaimana dilaporkan Hidayatullah.
Menurut Kiai Didin, meski demikian, dalam berilmu, ada hal yang perlu diluruskan, salah satunya bahwa, Islam tak mengenal istilah ilmu untuk ilmu (knowledge for knowledge). Pemahaman yang benar dalam Islam adalah berilmu untuk beramal dan berilmu untuk diajarkan.
Dekan Fakultas Pascasarjana UIKA itu menjelaskan, “Jadi kuliah itu bukan sekedar kuliah saja. Apalagi kalau cuma mau jadi sarjana atau doktor semata.”
Kepada seluruh mahasiswa, Kiai Didin mengingatkan, meski ilmu yang dipelajari di bangku kuliah bermacam-macam fakultas dan jurusan, namun prinsip berilmu itu tidak boleh hilang, yaitu berilmu untuk memperbanyak manfaat dan ibadah kepada Allah.
“Jika ada yang menuntut ilmu tapi justru semakin jauh dari Allah, berarti ada yang salah dengan dirinya,” tegas mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) periode lalu.
“Entah karena niatnya yang salah atau metode belajarnya yang keliru,” lanjut Kiai Didin.
Kiai yang pernah meraih Anugerah Tanda Jasa “Bintang Utama” itu juga mengungkap dampak buruk dari kesalahan berilmu. Lingkungan manusia dan kehidupan dunia saat ini justru rusak karena orang-orang yang disebutkan memiliki ilmu pengetahuan.
“Kebakaran hutan itu bukan ulah orangutan, tapi oleh manusia yang tahu tentang hutan. Rusaknya ekonomi dan politik juga bukan gara-gara orang yang tidak paham ekonomi dan politik di negeri ini. Tapi mereka dirusak oleh orang yang salah memahami tujuan ilmu tersebut,” pungkas Kiai Pembina Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil Albab UIKA Bogor dengan tegas. (adibahasan/arrahmah.com)