JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemohon uji materi Pasal Kesusilaan di Mahkamah Konstitusi (MK) Euis Sunarti melihat bahwa ada gerakan sistematis dari kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Berdasarkan diskusi yang ia lakukan bersama kaum LGBT, mereka memang mencari anak remaja untuk dijadikan pasangannya.
“Kita melihat yang disebut gerakan sistematis. Itu karena memang ada upaya, dari awalnya sekadar perlindungan di antara mereka, kemudian mereka ingin diakui,” ujar Profesor asal Institut Pertanian Bogor (IPB) itu dalam diskusi yang dilakukan di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12).
Ketika ingin diakui, kata Euis, kaum LGBT melakukan promosi. Mereka membuat suatu gerakan yang sistematis dengan visi-misi untuk kepentingan LGBT dan perlindungan di antara mereka.
“Dengan support dana, SDM yang memadai, bagaimana mereka mempromosikan ke legislatif, eksekutif, ke Komnas HAM,” ungkapnya.
Euis mengatakan, kegiatan itu bisa dilakukan dengan kampanye dan sebagainya. Hal itu, terangnya, tentu mengintimidasi para orang tua yang menginginkan anak-anaknya selamat dari perilaku LGBT.
“Banyak orang tua yang rentan tidak bisa melindungi anaknya. Itulah alasan kenapa kami melakukan JR karena (terdapat) kekosongan hukum. Dan kami meminta, hanya meminta, pasalnya kan sudah ada tinggal perluasan maknanya,” jelas Euis.
Usai diskusi Euis menjelaskan, kaum LGBT lebih sering menyasar anak-anak dan remaja untuk didekati. Itu ia dapatkan dari salah satu forum diskusi yang ia lakukan saat turun ke lapangan mencari data.
“Saya FGD, ngobrol dengan mereka, ‘ya bu kami tahu persis kok pasangan kami tidak mungkin setia. Jadi kalau tidak mungkin setia, ya saya juga cari yang lain.’ Siapa yg dicari? Bukan orang tua tapi anak-anak muda,” kata Euis.
Ia juga memaparkan bahwa pelaku LGBT itu mengajak dengan berbagai cara, dan cara-caranya halus. Karena itu, pesannya, masyarakat harus lebih peduli terkait hal tersebut. Masyarakat harus dapat mencegah hal itu.
“Yang kami khawatirkan, ketika perbuatan ini tidak dinyatakan ilegal dalam hukum karna tidak ada pasalnya, maka seperti penggerebekan pesta seks gay di beberapa tempat, itu kan lolos,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, ketika perbuatan ini tidak dikatakan sebagai ilegal, maka organisasi yang mengusung visi-misi LGBT juga tidak bisa ditindak. Karena perbuatannya dianggap tak ilegal, maka organisasi yang mengembangkan visi-misi tersebut menjadi tidak bisa diilegalkan.
“Suatu organisasi masyarakat bisa dikatakan tidak boleh mengembangkan suatu visi-misi ketika perbuatannya dikatakan ilegal. Kalo tidak ada, tidak ada alasan. Makanya mereka tenang-tenang saja. Ini yang kami khawatirkan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)