JAKARTA (Arrahmah.com) – Dosen Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc, berpendapat bahwa di tengah krisis kepercayaan kepada pemerintah saat ini, dana haji jangan digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah.
“Kalau saya usul (dana haji red) jangan dipergunakan untuk proyek-proyek pemerintah. Pemerintah tugasnya menjamin saja bahwa dana itu akan dimanfaatkan. Apalagi dalam kondisi masyarakat kita kurang percaya kepada pemerintah sekarang ini,” kata Prof Didin kepada para wartawan usai memberikan tausiyah acara Silaturahim Keluarga Besar Dewan Da’wah, di Aula Masjid Al Furqan, Kompleks DDII, Jl Kramat Raya 45, Senen, Jakarta Pusat. Sabtu (29/7/2017).
Dirinya juga mengkhawatirkan Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPPKH) yang akan menanggung beban mental saat dana haji digunakan untuk sektor infrastruktur.
“Saya khawatir, nanti malah kasihan BPKH nya ini punya beban mental yang luar biasa ketika dana itu mau dinvestasikan kepada proyek-proyek pemerintah,” katanya.
Ketua Baznas dua periode (2005-2015) ini mengaku telah berbicara langsung dengan pihak BPKH yakni Anggito Abimanyu sebagai ketua badan pelaksana dan Yuslam Fauzi sebagai ketua badan pengawas, keduanya mengatakan tidak ada komitmen dari BPKH untuk menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur pemerintah.
“Yang ada adalah baru ada keinginan dari pemerintah untuk memanfaatkan dana itu,” ungkapnya.
“Saya bilang hati hati saja, karena ini bukan dana pemerintah. Tugas kita hanya yang menerima amanah saja,” pesan Prof Didin..
Lebih jauh Prof Didin menjelaskan bahwa dana haji itu bukan milik pemerintah. Dana haji adalah milik calon jamaah haji yang belum bisa berangkat dalam waktu dekat karena menunggu 10 sampai 20 tahun namun mereka sudah membayar 25 juta rupiah. Akumulasi dari dana-dana umat Islam ini mencapai nilai yang fantastis hingga 95 Trilyun.
“Angka yang luar biasa. Kalau akan digunakan untuk sektor-sektor perusahaan, maka harus ada akad dulu dengan para jamaah. Akadnya diwakili oleh siapa misalnya. Akadnya harus wakalah,” paparnya.
Selain akad wakalah, menurutnya ketika diusahakan dana itu harus jelas untung dan ruginya, tidak boleh dipakai begitu saja karena ini bukan APBN.
(azmuttaqin/arrahmah.com)