JAKARTA (Arrahmah.com) – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jakarta (IMM) melaporkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya hari ini Senin (6/1/2014) sekira jam 11.00.
Pelaporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana Pasal 156 dan 156A KUHP, yaitu tentang penghinaan institusi agama Islam Muhammadiyah.
Sebelumnya pekan lalu, PP Muhammadiyah menolak keras wacana pembangunan lokalisasi prostitusi yang dilontarkan si Ahok.
“Sikap Muhammadiyah, tentu itu kemungkaran, kita semangatnya, pandangannya tidak setuju hal tersebut,” kata Koordinator Divisi Dakwah Khusus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Agus Tri Sundari seperti ditulis detikcom, Senin (30/12/2013).
Sehari setelah itu, Ahok mengucapkan kalimat, “jangan munafik” dalam komentarnya.
“Saya juga nggak setuju ada legalisasi prostitusi. Persoalannya, jangan munafik, emang nggak ada prostitusi di DKI? Ngapain munafik? Itu aku nyindir aja,” ucapnya di Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2013).
Ahok pro maksiyat resmi
Ahok, sangat menyetujui tempat maksiyat resmi alias lokalisasi.
“Saya lebih suka lokalisasi (prostitusi) resmi. Kita bisa masukin pendeta atau kyai di sana,” ucap Wagub DKI keturunan Cina lagi Kristen ini, lansir rmol.co (4/1/2014) .
Dengan begitu, kata Ahok, dapat diketahui pelaku-pelaku praktik prostitusi dengan jelas. Dinas Kesehatan Pemprov DKI juga bisa turun ke area itu jika diperlukan, .
Mendengar itu, Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) tidak setuju dengan ide ini. Baik legal maupun ilegal, prostitusi tidak boleh.
“Apapun alasannya pelacuran, nggak boleh. Sporadis maupun dilegalkan,”tegasnya.
Kata SDA, di Jakarta memang pernah lokalisasi di daerah Kramat Tunggak. Daerah tersebut terkenal dengan istilah daerah haram jadah. Pada masa Gubernur Sutiyoso, lokasisasi tersebut berhasil ditutup, untuk kemudian dibangun Islamic Center di sana.
SDA menambahkan, tidak ada pembenaran untuk melegalkan praktik pelacuran. Niat mengontrol penyebaran HIV/AIDS tidak harus dilakukan dengan melokalisasi pelacuran. “Nggak ada logikanya melegalkan pelacuran. Kalau untuk pencegahan AIDS, ya penegakan hukum. Kalau ada yang sporadis, penindakan hukumnya yang dipertegas,” jelasnya.
Dia menggugat logika dangkal Ahok, tidak ada jaminan adanya lokalisasi akan menghilangkan prostitusi ilegal di Jakarta. Bisa saja yang bertebaran di jalanan Jakarta atau hotel mesum juga tetap ada.
“Kalau dilokalisir, apakah yang sporadis berhenti? Ya nggaklah. Nggak ada jaminan juga. Dua duanya jalan. Lebih baik penegakan hukum yang jelas,” tegasnya. (azm/m1/arrahmah.com)