SURABAYA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya, Jawa Timur, Wisnu Sakti Buana mencemaskan aparat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota Surabaya, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan melakukan tindakan kekerasan saat eksekusi penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni 2014.
Jika hal itu sampai terjadi, Wisnu mengatakan kader PDIP akan berada paling depan untuk melindungi masyarakat Dolly. Sebuah aksi premanisme lagi pongah melindungi maksiat.
“Kalau caranya seperti itu maka (kader) PDIP akan berada disana melindungi masyarakat Dolly. Mereka tidak melakukan kesalahan dan menggantungkan hidup disana,” ujarnya kepada Republika, Sabtu (24/5/2014).
Bahkan Wisnu memprediksi bahwa potensi gesekan antara warga dengan aparat, kemungkinan besar terjadi. Alasan yang dikemukakannya hanya urusan perut, yakni warga cemas setelah melihat Pemkot Surabaya tidak menepati janjinya memberikan pendapatan terhadap warga yang terkena dampak penutupan sebelumnya, seperti di Morokrembangan, Klalahrejo, Sememi dan Dupak Bangunsari.
Padahal DPRD Surabaya dan warga Surabaya telah sepakat dengan Pemkot Surabaya untuk menutup bisnis lendir terbesar di Asia Tenggara itu, hanya PDIP yang menolak penutupan Dolly.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini diminta supaya tidak goyah dan menutup Dolly sesuai jadwal yaitu pada 19 Juni 2014.
Ketua DPRD Surabaya M Machmud mengaku, sudah berkomunikasi dengan Risma mengenai penutupan Dolly. Pada prinsipnya, DPRD sebagai partner Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendukung penuh penutupan Dolly.
“Lokalisasi Dolly harus dilawan dan tidak boleh dibuka kembali. Meskipun saya tahu Bu Risma tidak ikut membuka, tetapi harus ikut menutup Dolly,” katanya di gedung DPRD Surabaya, Jumat (23/5/2014).
Terlebih, dia melanjutkan, penutupan Dolly sudah diumumkan oleh Gubernur Jatim Soekarwo, hingga Risma sendiri pada 19 Juni 2014. Jadi semuanya harus sesuai sebagaimana tenggat waktu yang telah ditetapkan. (azm/arrahmah.com)