TOULON (Arrahmah.id) – Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Rabu (9/11/2022) mengumumkan berakhirnya misi kontra-teroris Barkhane yang teah beroperasi selama hampir satu dekade di Afrika.
Operasi Barkhane dihentikan sejak Februari setelah Prancis mengumumkan penarikan militernya dari Mali. Pasukan Prancis terakhir meninggalkan markas mereka di kota Gao di Mali pada 15 Agustus lalu.
Ketegangan yang meningkat antara Mali dan Prancis serta sekutu Eropa menyusul laporan bahwa junta transisi mengerahkan kontraktor militer swasta dari Grup Wagner yang didukung Rusia ke Mali.
Dalam pidatonya di kota Toulon, Prancis, Macron mengatakan bahwa Prancis tidak mengabaikan perang melawan terorisme di Sahel, tetapi strategi baru akan dilakukan dengan mitra Afrika.
“Saya telah memutuskan dalam koordinasi dengan mitra kami, untuk meresmikan akhir operasi Barkhane sebagai konsekuensi dari apa yang kami alami dalam beberapa bulan terakhir,” katanya, seperti dilansir Anadolu Agency.
“Dukungan militer kami untuk negara-negara Afrika di kawasan itu akan terus berlanjut, tetapi menurut prinsip-prinsip baru yang telah kami tetapkan bersama mereka,” lanjutnya.
Komitmen kami bersama mitra kami di Afrika sekarang harus difokuskan pada kerja sama logistik dan dukungan untuk tentara mereka, tambahnya.
“Pada dasarnya, kemitraan kami hanya masuk akal jika itu adalah kemitraan sejati yang menanggapi kebutuhan eksplisit yang datang dari tentara Afrika dan jika itu melengkapi kemitraan ekonomi, politik dan administrasi di negara-negara ini,” kata pemimpin Prancis itu.
Macron mengatakan pertukaran direncanakan dengan negara-negara Afrika dan organisasi regional dalam beberapa hari mendatang untuk mengubah status, format, dan misi pangkalan Prancis di Afrika.
“Intervensi kita harus lebih dibatasi waktu dan dari awal. Kami tidak ingin tetap terlibat untuk waktu yang tidak terbatas dalam operasi asing,” katanya. (rafa/arrahmah.id)