PARIS (Arrahmah.com) – Mantan Presiden Iran, Ablohassan Bani-Sadr, meninggal dunia pada Sabtu (9/10/2021) di usia 88 tahun di Paris, tempat ia berlindung setelah melarikan diri dari negaranya. Bani-Sadr merupakan Presiden Iran pertama setelah revolusi 1979.
“Dia meninggal di rumah sakit Pitie-Salpetriere di Paris setelah lama sakit,” ujar istri dan anak-anaknya seperti dikutip dari Reuters.
Bani-Sadr menjadi presiden Iran pertama yang berkuasa selama setahun setelah negara itu keluar dari kekacauan akibat Revolusi 1979. Ia maju menjadi presiden berkat bantuan para mullah. Namun, setelah terjebak dalam perebutan kekuasaan, dia kemudian melarikan diri ke Prancis setahun setelahnya.
Banisadr lahir pada tahun 1933 di provinsi Hamedan di Iran barat. Ayahnya adalah seorang pemuka Syiah terkenal dan teman Ruhollah Khomeini, yang berhasil memimpin revolusi Islam melawan Mohammad Reza Pahlavi, syah terakhir Iran.
Banisadr, yang menyelesaikan studinya di Eropa, adalah seorang juru kampanye melawan pemerintahan dinasti syah. Ia menjadi orang kepercayaan dan sekutu dekat Khomeini, yang menjadi tuan rumah ketika Khomeini berada di Paris sebelum menjadi pemimpin tertinggi pertama Iran.
Perselisihan yang semakin intensif pada akhirnya menjadi ajal bagi masa kepresidenannya yang hanya berlangsung kurang dari setahun ketika parlemen yang baru dibentuk memakzulkannya pada Juni 1981 dengan dukungan dari Khomeini. Setelah tinggal bersembunyi selama beberapa waktu, dia melarikan diri ke luar negeri dengan pesawat terbang, berminggu-minggu setelah pemakzulannya.
Dia telah membentuk aliansi dengan Masoud Rajavi, pemimpin Mojahedin-e-Khalq (MEK) saat itu, untuk menentang keputusan tersebut. Mereka mencari perlindungan di Prancis dan mendirikan Dewan Nasional Perlawanan Iran.
Banisadr segera berselisih dengan Rajavi, menuduhnya mendukung ideologi yang menunjukkan kecenderungan kekerasan dan kediktatoran. Selain itu, ia menentang fakta bahwa MEK membuat kamp di Irak dengan dukungan Hussein dan melakukan serangan bersenjata di tanah Iran, yang akhirnya dikalahkan.
Banisadr menghabiskan hidupnya di Prancis dengan perlindungan polisi. Dia tetap menentang para pemimpin Iran dan menerbitkan majalah dan banyak buku. (Althaf/arrahmah.com)