BURMA (Arrahmah.com) – Presiden musyrik Myanmar, Thein Sein telah membela tokon anti-Muslim, biksu Wirathu dan gerakan kontroversialnya, “969” yang menyerukan ummat Budha untuk memboikot bisnis Muslim setelah majalah Time menggambarkannya sebagai “wajah teror Budha” di sampul depan edisi 1 Juli lalu.
Dalam pernyataan publik yang dikeluarkan pada Ahad (23/6/2013) malam, Thein Sein menuduh Time memfitnah agama Budha dan merugikan “proses rekonsiliasi” nasional dengan menuduh biksu memicu kekerasan anti-Muslim di Burma.Menggambarkan sang biksu sebagai “anak Budha”, presiden membela Wirathu sebagai “orang yang mulia” dan berkomitmen untuk “perdamaian”, seperti dilaporkan DVB (24/6).
“Artikel dalam majalah Time dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang agama Budha, yang telah ada selama ribuan tahun dan diikuti oleh mayoritas warga negara Burma,” klaim Thein Sein.
Wirathu telah menarik kecaman internasional karena ceramah tajamnya yang anti-Muslim, yang memperingatkan ancaman Islamisasi di Burma dan telah dikecam sebagai ceramah kebencian oleh aktivis ham.
“Muslim berkembang biak begitu cepat dan mereka mencuti wanita kita, memperkosa mereka,” klaim Wirathu seperti dilaporkan Time dalam majalah edisi 1 Juli. “Sekitar 90 persen Muslim di Burma adalah orang radikal jahat,” tambahnya tanpa memperlihatkan bukti apapun.
Namun Thein Sein terus membela Wirathu dengan dalih kebebasan berpendapat dan mendesak untuk menghentikan pandangan bahwa ceramahnya mendorong kekerasan. Ia menambahkan bahwa pemerintah yang didukung badan monastik, Sangha Maha Nayaka, akan memutuskan apakah tindakannya harus diselidiki.
“Kami belum mendengar adanya keluhan disampaikan kepada Komite Sangha Maha Nayaka yang menuduh bahwa konsepnya (Wirathu-red) adalah keekrasan,” ujar Ye Htut yang menambahkan bahwa sampul Time tidak adil dan menghubungkan Budhisme dengan terorisme.
Biksu Wirathu pernah dipenjara oleh rezim militer di tahun 2003 karena mendorong kerusuhan anti-Muslim di Mandalay, Burma tengah. sejak dibebaskan pada Januari 2012, ia menciptakan gerakan “969” yang memprompsikan bentuk ekstrim nasionalisme Budha dan telah dikaitkan dengan serangkaian serangan kekerasan terhadap Muslim.
Bagian penutup Time juga mendorong kritik di kalangan pengamat Myanmar. Mereka mengklaim bahwa fokus berlebihan terhadap Wirathu dapat mengalihkan perhatian dari kegagalan pemerintah untuk mengatasi kekerasan anti-Muslim di Burma.
Sekitar 140.000 orang, yang sebagian besar adalah Muslim, mengungsi selama kekerasan di Arakan, Burma Barat pada tahun lalu. Sejak Maret, kekerasan anti-Muslim merebak ke beberapa kota lain di Burma pusat termasuk Meikhtila di mana sedikitnya 43 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.
Tapi sejauh ini hanya Muslim yang dihukum penjara, termasuk seorang Muslimah yang diduga memicu kekerasan di Oakkan, dekat Rangoon. Sementara tak satu pun ummat Budha yang dihukum. Padahal mereka telah membakar habis dan merusak properti milik Muslim dalam setiap serangan brutal mereka. (haninmazaya/arrahmah.com)