WASHINGTON (Arrahmah.com) – Dalam kunjungan pertamanya ke Oval Office, Presiden Prancis, Francois Hollande, mendeklarasikan penarikan seluruh pasukan tempur Prancis dari Afghanistan akhir tahun ini.
Keputusan ini membuat jelas bagi Presiden Barack Obama bahwa batas waktu yang ditetapkannya untuk mengakhiri perang yang dipimpin AS itu tidak akan membuat Hollande menyalahi janjinya saat kampanye.
Obama hanya mengangguk pada hari Jumat (18/5/2012). Ia mengetahui betul apa yang akan terjadi, tetapi ia tidak menyatakan respon langsung atas putusan Hollande tersebut. Jelang pertemuan puncak NATO, Gedung Putih telah berusaha untuk menekankan koalisi perangnya untuk tetap teguh bahkan ketika negara-negara menarik pasukan beramai-ramai dari Afghanistan. Dan Hollande meyakinkan Obama bahwa Prancis tidak sedang melarikan diri.
“Kami akan terus mendukung Afganistan dengan cara yang berbeda. Dukungan kami akan hadir dalam format yang berbeda,” kata Hollande. “Saya cukup yakin saya akan menemukan cara yang tepat sehingga sekutu kami dapat melanjutkan misi mereka dan pada saat yang sama saya pun dapat menepati janji yang saya buat kepada rakyat Prancis.”
Hollande kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa beberapa “sisa” tentara Prancis yang saat ini berjumlah 3.300 personil akan tetap di Afghanistan setelah tahun ini untuk memberikan pelatihan dan membawa perlengkapan militer mereka kembali ke rumah.
“Keputusan ini akan kami ambil,” katanya. “Saya tidak bisa mengatakan bahwa hal itu akan diberi sambutan meriah dari rekan-rekan kami, tetapi keputusan ini akan tetap diambil.”
Amerika Serikat dan sekutunya berencana untuk mengakhiri misi tempur di Afghanistan pada akhir 2014. Afghanistan akan mengambil alih komando pertempuran pada tahun 2013. Amerika Serikat memiliki sekitar 90.000 tentara di Afghanistan, jauh lebih banyak daripada bangsa-bangsa mitranya.
Obama dan Hollande belum pernah bertemu sebelumnya, dan interaksi pertama mereka diawasi ketat karena dinilai penting dan bersejarah bagi hubungan AS-Perancis serta krisis perang dan perselisihan ekonomi yang dihadapi kedua pemimpin. (althaf/arrahmah.com)