LONDON (Arrahmah.com) – Kaum Muslimin tidak dilindungi di Arakan (Rakhine), bukan hanya dugaan tapi kenyataan, terutama di Maungdaw dan Akyab (Sittwe) oleh etnis Buddha Arakan, pasukan keamanan perbatasan (Nasaka), Hluntin (Lon Htin) dan polisi. Ribuan Muslim Rohingya telah menjadi korban akibat kebengisan mereka, pembunuhan dan pembakaran. Hal tersebut juga diakui oleh Nurul Islam, Presiden Organisasi Nasional Rohingya Arakan (ARNO), dalam sebuah demonstrasi damai untuk memprotes pembantaian Masal orang-orang Rohingya di Arakan di depan kedutaan Burma di London pada (13/6/2012) pekan lalu.
“Bukannya melindungi orang-orang tak berdaya, mengawasi situasi, memulihkan hukum dan ketertiban, mereka (aparat) mengamuk dan membakar desa-desa Muslim dan menembaki orang-orang yang melarikan diri dari rumah-rumah yang terbakar. Jam malam telah diberlakukan hanya untuk melakukan pembantaian sistematis terhadap umat Islam di kota Akyab dan kota Maungdaw. Selama jam malam, orang-orang Rakhine (Buddhis Arakan) turun ke jalan-jalan secara brutal bersama dengan yang disebut pasukan keamanan dan polisi dan menerobos ke desa-desa Muslim dan mulai membakar dan membunuh serta menjarah rumah-rumah dan harta benda kaum Muslimin. Ini tidak bisa diterima,” kata Nurul Islam, dikutip Kaladan News.
“Ini adalah demonstrasi damai untuk memprotes terhadap pembantaian masal kaum Muslimin dan orang Rohingya di Arakan. Semoga kalian menjadi sadar bahwa situasi di Arakan sangat mengerikan beberapa pekan ini. Umat Islam dibunuh, rumah-rumah mereka dan Masjid-masjid dibakar habis, harta benda mereka dijarah dan wanita-wanita mereka diperkosa,” tambah Nurul.
Nurul juga mengatakan bahwa lebih dari 1000 Muslim telah dibunuh, 4000 mengalami luka-luka, 30 desa Muslim dengan setidaknya 25 Masjid dan 3000 rumah telah hancur dibakar. Belum lagi 30.000 Muslim menjadi tunawisma di kota-kota Akyab dan Maungdaw. Hampir seluruh desa di kota Akyab ludes terbakar. Sementara rincian tepat dari dampak insiden itu belum tersedia. Daerah-daerah tersebut benar-benar disegel dan dikontrol oleh para ekstrimis Rakhine dengan didukung oleh pemerintahan setempat. Sejauh ini belum ada jasad korban yang tewas dikembalikan ke rakyat Rohingya.
“Ini adalah rancangan yang direncakan sebelumnya. Ini adalah konspirasi besar terhadap umat Islam untuk pembersihan etnis mereka. Agen-agen PBB dan LSM-LSM yang telah terlibat dalam kerja bantuan kemanusiaan harus meninggalkan Arakan karena pemerintah memperingatkan bahwa tidak dapat menyediakan keamanan bagi mereka. Dengan ketiadaan mereka (PBB dan LSM), para ekstrimis dan pemerintah lokal dapat melakukan genosida terhadap kaum Muslimin lebih efektif lagi tanpa sepengetahuan dunia luar. Ini adalah sebuah hal memalukan bagi pemerintah itu,” jelas Nurul di hadapan para peserta demo.
“Banyak perahu bermuatan orang-orang Rohingya yang melarikan diri dari pembantaian itu telah mencapai Teknaf di selatan Chittagong, Bangladesh. Mereka harus diberi bantuan dan diberi perlindungan di Bangladesh. Mereka telah melarikan diri karena bagi mereka tidak ada perlindungan Nasional atau kehidupan mereka tidak aman. Dalam ketiadaan perlindungan Nasional, mereka layak menerima perlindungan internasional.”
“Semua toko umat Islam dihancurkan dan dijarah. Beras, makanan dan barang-barang yang dibutuhkan telah dirusak atau dibawa (dirampas) dari jangkauan tangan kaum Muslimin. Orang-orang sedang kelaparan di kota Akyab dan Maungdaw,” tambah Nurul. “Ada bayangan krisis kemanusiaan.”
Selain itu Nurul menyatakan bahwa Muslim Rohingya dan orang Buddha Arakan telah hidup lama bersama-sama di tempat yang sama.
“Dalam masa sulit ini, kami ingin perdamaian di Arakan. Kami tidak ingin ada kekerasan lagi oleh setiap orang. Kami tidak ingin melihat pertumpahan darah lagi. Tolong hentikan ini! kami ingin ‘ko-eksistensi damai’ diantara semua orang di Arakan dan Burma. Kekerasan tidak akan membantu siapapun. Dua masyarakat utama, Muslim Rohingya dan Buddha Rakhine telah hidup bersama-sama di tempat yang sama, minum air yang sama dan nafas di udara yang sama. Tidak ada gunanya bermusukan satu sama lain,” kata Nurul.
Nurul mewakili para demonstran menyeru pemerintah Myanmar, terkhusus negara bagian Arakan untuk mengakhiri kekerasan dan melarang penyebaran berita palsu oleh sekelompok media di Burma, yang selama ini telah menyebarkan propaganda busuk bahwa umat Islam yang telah meneror dan melakukan kekerasan terhadap umat Buddha Arakan.
“Kami menyeru pemerintah U Thein Sein untuk mengakhiri kekerasan yang sedang terjadi di Arakan dan menangani penyebab masalah, untuk mengerahkan angkatan bersenjata yang cukup ke daerah-daerah bermasalah di Arakan dengan tujuan untuk mengontrol situasi, memulihkan hukum dan ketertiban, menegakkan perdamaian dan kehidupan yang aman bagi orang-orang tak bersalah, untuk membentuk komite perdamaian dengan para pemimpin Muslim dan Rakhine bersama dengan pejabat pemerintahan yang tak memihak, mengoperasikan kegiatan manusia yang terjamin dan tidak memihak dan memasuk beras dan bahan makanan kepada para korban untuk menghentikan kelaparan yang berlanjut, untuk melucuti semua pasukan keamanan dan polisi yang terlibat kekerasan, untuk mengembalikan tubuh-tubuh yang meninggal kepada umat Islam untuk ritual penguburan, untuk melakukan kegiatan kemanusiaan darurat dan distribusi bantuan kepada para korban, untuk melarang penyebaran informasi palsu oleh kelompok-kelompok media di Burma dan untuk mengizinkan media-media berita independen ke Arakan untuk mengontrol situasi.”
Nurul juga menyeru kepada masyarakat internasional dan PBB untuk segera melakukan resolusi kuat, intervensi kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa kaum Muslimin Rohingya yang masih bertahan dan menderita, dan untuk mencari akar masalah dan solusinya. (siraaj/arrahmah.com)