BRUSSELS (Arrahmah.id) – Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Noël Barrot mengatakan kepada para wartawan pada Senin (27/1/2025) bahwa Uni Eropa mencabut beberapa sanksi terhadap Suriah, ketika para diplomat tinggi Uni Eropa bertemu di Brussel untuk membahas pendekatan terkoordinasi untuk meringankan sanksi bagi negara yang dilanda perang tersebut.
Barrot menambahkan bahwa Prancis juga akan mengusulkan sanksi terhadap para pejabat Iran yang bertanggung jawab atas penahanan warga negara Prancis di Iran.
Kepala kebijakan luar negeri blok tersebut, Kaja Kallas, mengatakan bahwa ia berharap anggota-anggota Uni Eropa akan menyetujui “pendekatan selangkah demi selangkah” untuk meringankan sanksi-sanksi bagi Suriah, lansir France 24.
“Ini adalah pendekatan langkah demi langkah,” kata Kallas pada awal pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels untuk membahas langkah tersebut.
Eropa ingin membantu rekonstruksi negara yang dilanda perang ini dan membangun jembatan dengan kepemimpinan baru setelah berakhirnya kekuasaan keluarga Assad selama lima dekade.
Namun beberapa negara Uni Eropa khawatir akan bergerak terlalu cepat untuk merangkul para penguasa baru yang dipimpin oleh kelompok Islamis di Damaskus.
Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara menjatuhkan sanksi-sanksi yang luas terhadap rezim Assad dan ekonomi Suriah selama perang.
Brussels mengatakan bahwa mereka sekarang bersedia untuk melonggarkan sanksi-sanksi dengan harapan pihak berwenang yang baru dapat memenuhi komitmen mereka untuk membentuk sebuah transisi yang inklusif.
“Jika mereka melakukan langkah-langkah yang benar, maka kami juga bersedia untuk melakukan langkah-langkah tersebut atas nama kami,” klaim Kallas.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan bahwa Uni Eropa dapat memulai dengan menangguhkan sanksi-sanksi di sektor energi, transportasi, dan perbankan.
Para diplomat mengatakan bahwa Uni Eropa hanya akan menangguhkan sanksi-sanksi tersebut dan tidak akan mencabutnya secara definitif untuk mempertahankan pengaruhnya atas kepemimpinan Suriah.
Pemimpin de facto Suriah yang baru, Ahmad Asy Syaraa, dan kelompok yang dipimpinnya, Hai’ah Tahrir Syam, masih berada di bawah sanksi Uni Eropa.
Para diplomat mengatakan bahwa masih belum ada diskusi mengenai pencabutan sanksi-sanksi tersebut, seperti halnya sanksi-sanksi lain terhadap rezim Assad. (haninmazaya/arrahmah.id)