PARIS (Arrahmah.com) – Prancis akan segera mulai membentuk kembali kehadiran militernya di wilayah Sahel di Afrika Barat dan pada akhirnya akan mengurangi separuhnya, kata Presiden Emmanuel Macron.
Macron mengumumkan bulan lalu bahwa ia akan mulai memindahkan sebagian besar dari 5.100 anggota pasukan Barkhane di Sahel setelah delapan tahun “membantu” pasukan lokal mencegah ancaman dari kelompok-kelompok bersenjata yang terkait dengan al-Qaeda dan ISIL (ISIS).
“Kami akan tetap berkomitmen. Tetapi untuk tetap berkomitmen juga untuk beradaptasi,” tambah Macron pada konferensi pers pada Jumat (9/7/2021) setelah pertemuan puncak virtual dengan para pemimpin Niger, Mali, Chad, Burkina Faso, dan Mauritania yang membentuk wilayah G5 Sahel.
Macron mengumumkan bahwa Prancis akan mengurangi pasukannya menjadi 2.500 hingga 3.000 tentara dalam jangka panjang.
Pemimpin Prancis bersikeras bahwa negaranya tidak meninggalkan mitra Afrika, dan tetap berkomitmen untuk menjalankan agendanya melawan “terorisme”.
“Prancis tidak memiliki panggilan atau keinginan untuk tinggal selamanya di Sahel,” kata Macron. “Kami ada karena kami diminta.”
Pasukan Prancis telah hadir di Mali sejak 2013, ketika mereka melakukan intervensi untuk memaksa pemberontak bersenjata dari kekuasaan di kota-kota di utara negara itu.
Operasi Serval kemudian digantikan oleh Barkhane dan diperluas untuk mencakup negara-negara lain dalam upaya membantu menstabilkan wilayah Sahel yang lebih luas. (Althaf/arrahmah.com)