JAKARTA (Arrahmah.com) – Praktisi media Hanibal Wijayanta merasa aneh jika Munarman dilaporkan ke kepolisan? “Bisa saja Munarman dituntut oleh Thamrin dengan tuduhan penganiayaan. Tapi itu kalau Munarman memukul atau menggetok kepala Thamrin dengan gelas, atau vas bunga. Tapi kan tidak ia lakukan.”
Hanibal yang Produser Eksekutif ANTV menjelaskan, insiden serupa sebetulnya pernah terjadi. Sebelumnya, pernah terjadi ketika Goerge J Aditjondro ‘mengeplak’ wajah Ramadhan Pohan dengan kertas. Namun, ketika Ramadhan mengadukannya ke polisi, justru malah menjadi bahan tertawaan orang. Sehingga gugatannya dicabut.
“Apalagi yang disiram Munarman cuma air saja. Kan nggak sakit. Cemen banget kalau perkara begini saja sampai diadukan ke kepolisian. Nanti laporannya adalah Thamrin dianiaya Munarman dengan air. Hehehe,” ujar Hanibal tersenyum geli.
Dikatakan Hanibal, tuduhan perbuatan tidak menyenangkan adalah pasal karet. Lagi-lagi, Hanibal menyebut Thamrin cemen jika ingin menjerat Munarman dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan. “Munarman bisa saja membalikkan fakta yang sebenarnya, misalnya, yang memotong pembicaraan kan Thamrin lebih dulu. Tidak memberi kesempatan Munarman untuk berkomentar.”
Hanibal kemudian memberi contoh lain sebagai perbandingan, yaitu ketika dialog di Metro TV antara anggota FPKS Fachri Hamzah dengan Juru Bicara KPK Johan Budi. Disitu terlihat jelas, bahwa Fachri terus memotong penjelasan Johan. Sehingga Johan pun jengkel. “Kalau mereka satu meja pasti bisa berantem, karena saya mengenal keduanya punya karakter keras dalam bersikap.”
Tapi yang menarik, orang punya pendapat berbeda dalam melihat tayangan tersebut. Bagi pendukung PKS, Fachri hebat karena bisa membungkam Johan. Sebaliknya banyak pula yang menganggap Fachri lebay dan ngawur argumentasinya. Tapi ada juga yang menganggap penjelasan Johan lebih kuat dan dengan tenang bisa mengcounter komentar Fachry.
“Begitu pula dalam kasus Munarman vs Thamrin, perdebatan adalah hal biasa dalam dialog seperti itu. Namun, idealnya, kedua pihak harus sama-sama saling menghargai. Kalau salah satu pihak sedang menjelaskan, maka pihak yang lain harus memberikan kesempatan kepada pihak pertama dan mendengarkan penjelasan itu. Kalau memotong-motong pembicaraan lawan bicara,seperti Thamrin dalam diskusi kemarin, itu namanya tidak punya etika juga,” ujar Hanibal.
Lebih lanjut Hanibal mengungkapkan, setiap aksi selalu ada reaksi. Dan reaksi Munarman adalah dengan menyiram wajah Thamrin. “Menurut saya, tindakan Munarman ini tetap terukur. Bukan kalap. Kalau Munarman kalap, pasti Thamrin akan ditinju wajahnya, atau menggetok kepalanya dengan gelas atau vas bunga yang ada disitu.”
Ingat, Munarman adalah seorang sarjana hukum yang faham betul tentang hukum, apalagi sebagai bekas Koordinator Kontras dan Ketua YLBHI, tentu sangat paham tentang pasal-pasal penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan.
“Karena itu, dia lebih memilih tindakan menyiram muka Thamrin dengan air putih dingn, Kalau air itu panas, Munarman dengan gampang bisa dikenai pasal penganiayaan. Tujuan Munarman, tampaknya hanya untuk mengagetkan dan membuat jera lawan bicaranya saja. Dan tampaknya, Thamrin pun menyadari bahwa pengaduan kasus penyiraman air seperti ini sangat lemah argumentasi hukumnya.
Setelah insiden kemarin, Thamrin bilang tidak akan mengadukan Munarman ke polisi. “Dan polisi mana yang mau masuk perkara ecek-ecek kayak gini,” tandas Hanibal.
TV Harus Adil & Fair
Dikatakan Hanibal, membuat acara debat secara live di stasiun televisi dengan menghadirkan narasumber yang berseberangan dalam satu panggung sesungguhnya tidak ada masalah. Bahkan mau mengejar rating juga pun juga sah-sah saja. Hanya saja, presenter dan kru harus siap dalam hal materi perdebatan, mengerti masalah, tidak hanya sekedar mendengar bisikan produser lewat earphone untuk nanya itu dan itu.
Demikian diungkapkan praktisi media Hanibal Wijayanta, yang juga Produser Eksekutif ANTV ketika dimintai tanggapannya terkait insiden penyiraman air minum yang dilakukan juru bicara FPI Munarman terhadap sosiolog UI Thamrin Amal Tamagola dalam program, “Apa Kabar Indonesia Pagi” di TVOne, Jum’at lalu.
Menurut Hanibal, sebagai moderator tentu harus adil, fair dan tanggap situasi. “Saya rasa acara debat di TVOne dulu bisa menampilkan perdebatan yang bagus. Keras, tajam, tanpa kekerasan bahasa, apalagi fisik,” ujar Hanibal.
(voaislam/arrahmah.com)