PALU (Arrahmah.com) – Sifat tamak dan rakus yang mengakar pada jiwa pejabat dan masyarakat membuat praktik korupsi di Indonesia cenderung meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas, demikian yang diungkapkan Wakil Jaksa Agung Darmono.
“Korupsi telah menjadi penyakit kronis tidak hanya di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif tetapi juga telah melanda sampai ke tingkat akar rumput,” katanya pada acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Dinas Pendidikan dan Kejaksaan Tinggi Sulteng terkait pengembangan Kantin Kejujuran di Ruang Pogombo, Kantor Gubernur Sulteng di Palu, Senin (11/7/2011).
Darmono mengungkapkan, pada tahun 2010 kejaksaan melakukan penyidikan kasus korupsi sebanyak 2.315 perkara dan masuk ke tahap penuntutan sebanyak 1.715 perkara dan uang negara yang bisa diselamatkan mencapai Rp354,5 miliar lebih.
Jika dibandingkan pada enam bulan pertama tahun 2011, jumlah kasus yang disidik telah mencapai 864 perkara dan 658 kasus di antaranya telah masuk tahap penuntutan.
Darmono berpendapat korupsi dewasa ini terjadi bukan lagi karena untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi karena sifat tamak dan rakus. Selain itu karena adanya sikap permisif dan memudarnya kejujuran.
Karena itu, dibutuhkan kerja sama dan sinergi semua komponen bangsa untuk memerangi korupsi, serta diperkukan perbaikan dalam aspek sistim politik dan hukum serta peningkatan sikap jujur pada semua warga Negara.
Hukum yang dikenakan terhadap pelaku korupsi di Indonesia belum tegas dan tidak memberikan efek jera. Akibatnya bahkan lembag ahukum yang seharusnya menjadi aparat pemberantas korupsi malah ikut ‘membaur’ dalam praktek korupsi dengan memperjual belikan hukum itu sendiri.
Dan yang paling penting adalah ketakwaan yang makin tereduksi, sehingga masyarakat dan par apejabat pada khususnya tidak lagi takut akan azab Allah. Sehingga yang terjadi saat ini adalah penyakit cinta dunia dan takut mati. (ans/arrahmah.com)