JAKARTA (Arrahmah.com) – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) DI Kawasan Eropa dan Amerika mengkritisi kunjungan kerja atau studi banding anggota DPR ke negara-negara Uni Eropa yang menelan milyaran rupiah.
PPI meminta DPR untuk bersikap transparan mengenai tujuan, proker (program kerja), biaya dan hasil yang ingin dicapai.
“Kami meminta kepada DPR bersikap transparan dan terbuka mengenai tujuan, program kerja/agenda, biaya perjalanan, dan hasil–hasil yang ingin dicapai kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata A Rohim Boy Berawi Koordinator PPI Kawasan Eropa dan Amerika kepada Beritasatu.com.
PPI mengamati kunjungan kerja DPR ke luar negeri sebenarnya telah berulang kali dilakukan pada negara yang sama, namun oleh komisi yang berbeda.
“Hal tersebut merupakan pemborosan negara, dimana kunjungan kerja/studi banding yang dilakukan belum teruji efektifitas dan manfaatnya,” ujar Sekjen PPI Portugal, Adi Saputra, dilansir detikcom, Rabu (18/4/2012).
Diketahui bahwa pertengahan April ini dimanfaatkan anggota DPR untuk melakukan studi banding ke luar negeri. Komisi I DPR akan membagi tim untuk berajangsana ke Ceko, Polandia, Afrika Selatan, dan Jerman.
Menurut pimpinan DPR, biaya studi banding anggota DPR itu menelan anggaran negara sebesar 3,1 milyar rupiah. Sejumlah anggota dewan atau delegasi DPR juga mengajak keluarga mereka.
Sementara di beberapa wilayah Indonesia masih banyak masyarakat Indonesia yang sangat membutuhkan pertolongan, studi banding yang berjumlah milyaran rupiah itu sungguh menyakiti hari rakyat, ironis.
Adi mewakili suara PPI meminta DPR RI untuk memiliki kepekaan krisis di tengah keterpurukan ekonomi bangsa, dengan lebih memprioritaskan alokasi anggaran pada program-program yang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia.
Pernyataan PPI ini mewakili PPI kawasan Eropa yang terdiri atas PPI Portugal, PPI Ceko, PPI Belanda, PPI Rusia, PPI Austria, PPI Prancis, PPI Inggris, PPI Norwegia, PPI Jerman, PPI Swedia dan PPI Amerika. Intinya PPI meminta agar DPR bisa lebih mempertimbangkan urgensi kunjungan kerja mereka ke Luar Negeri.
“Keputusan untuk melakukan kunjungan kerja atau studi banding hendaknya memiliki urgensi program, ketepatan sasaran dan penghematan anggaran, yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijelaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia,” jelas Adi. (siraaj/arrahmah.com)