JAKARTA (Arrahmah.id) – Potensi resesi menghantui Indonesia. Berdasarkan survei Bloomberg terbaru, Indonesia masuk ke dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi.
Maka dari itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menekankan seluruh instrumen kebijakan akan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, hingga regulasi lain, terutama regulasi dari korporasi.
“Kami tidak akan terlena, kami tetap waspada,” ujar Menkeu Sri Mulyani di sela-sela Pertemuan Menkeu G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, lansir JPNN, Kamis (13/7/2022).
Berdasarkan survei Bloomberg, Indonesia menempati peringkat 14 dengan kemungkinan resesi sebesar tiga persen, jauh dari Sri Langka yang menempati posisi pertama dengan potensi resesi 85 persen.
Di bawah Sri Langka masih ada Selandia Baru dengan persentase 33 persen, Korea Selatan 25 persen, Jepang 25 persen, dan China 20 persen.
Menurut Sri Mulyani, persentase potensi resesi Indonesia yang sangat rendah menggambarkan ketahanan pertumbuhan ekonomi domestik, indikator neraca pembayaran, hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kuat.
“Dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga kita juga relatif baik,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, sektor keuangan Indonesia relatif lebih kuat semenjak krisis global 2008-2009. Daya tahan Indonesia membaik dan risiko kredit macet perbankan pun terjaga.
Hal tersebut menggambarkan seluruh sektor belajar dari krisis global pada 2008-2009.
“Namun, kita tetap harus waspada karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi atau stagflasi sangat nyata dan akan menjadi salah satu topik penting pembahasan di G20 Indonesia,” tutur Menkeu Sri Mulyani,” ujarnya.
(ameera/arrahmah.id)