(Arrahmah.com) – Negeri ini kembali dirundung masalah. Asset penerus bangsa tengah terancam. Bagaimana tidak, belum juga selesai kasus narkoba, tawuran, dan pelecehan seksual. Kini, masyarakat dibuat terperangah dengan kasus pelacuran. Bukan, bukan hanya perempuan saja yang bisa terjerumus. Remaja laki-lakipun tak luput dari ancaman ini. Yah, prostitusi anak untuk kaum homo.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap jaringan pelacuran anak di bawah umur untuk kaum homoseksual atau gay di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Satu pelaku berinisial AR (41) ditangkap di sebuah hotel kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, tarif yang dipatok AR untuk yang ingin menggunakan anak-anak di bawah umur sebesar Rp 1,2 juta. Namun, anak-anak tersebut diberikan AR paling besar Rp 150 ribu untuk sekali kencan. (liputan6.com, 31/08/2016)
Miris! Melihat fenomena ini. Mereka bukan lagi menjadi korban dalam pelecehan seksual tapi dengan suka rela melibatkan diri.
Tampilan waw butuh dana memukau
AR dalam kasus ini sebagai satu tersangka mengajak korbannya dengan kedok bisnis. Membuat para remaja terperangkap. Mereka menjerumuskan diri dalam bisnis dengan uang yang sedikit dan iming-iming gaya hidup hedonis. Ketika ada tawaran berbisnis di mana anggotanya juga dari kalangan pemuda pasti sangat menggiurkan. Menyenangkan. Tertarik untuk terlibat di dalamnya.
Saat iman mulai kering. Akidah tak lagi jadi pijakan. Maka jadilah berbisnis tanpa peduli halal-haram. Pijakan itu sudah beralih. Mereka hanya berpikir yang penting menyenangkan dan menghasilkan. Seperti halnya terlibat dalam bisnis prostitusi.
Gaya hidup hedonis, permisiv, konsumeristis.Agar tetap tampak eksis dengan berburu gagget terbaru ataupun style baju kekinian. Hal ini menjadikan remaja menggunakan segala macam cara untuk memenuhi tuntutannya.
Tercekoki pornografi
Belum lagi seperti yang diketahui bersama, bahwa pornografi menjadi penyumbang terbesar terjadinya pelecehan seksual. Kemudahan dalam mengaksesnya, tak harus ke warnet, cukup di hp ataupun di tv-tv banyak sekali yang menayangkan. Dan ini menyebabkan mereka kecanduan.
Bagi anak yang pernah mendapat pelayanan dari gay di usia tujuh tahun, akan berdampak di usia 10 tahun. Ia akan ketagihan. Ingin mencoba lagi dan lagi. Maka tak jarang asal hasrat tersalurkan dengan bayaran sedikit mereka rela. Atau banyak juga yang tanpa dibayar.
Idealisme remaja untuk masa depan bangsa
Gaya hidup liberal yakni lepas dari tuntunan agama semakin mewarnai kehidupan masyarakat. Rendahnya ketakwaan dan tuntutan gaya hidup konsumtif lagi mewah adalah pendorong langsung maraknya prostitusi online. Meski faktor kemiskinan juga seringkali menjadi alasan.
Bagaimana negeri ini akan menjadi bangsa yang kuat. Ditakuti. Jika calon pemimpin di masa depan sudah lemah dari sekarang. Bagaimana mereka bisa berpikir untuk mengurusi rakyatnya jika yang bercokol di kepalanya hanya bagaimana memenuhi nafsu bejatnya.
Kondisi remaja sekarang ini adalah ancaman bagi bangsa. Generasinya terperangkap gay sedari dini. Tentu butuh perhatian dari semua pihak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengungkapkan 3000 anak terlibat jaringan gay. Anak yang menjadi korban tersebut memiliki orangtua dengan kondisi ekonomi yang baik. (tribunnews.com, 1/09/2016)
Walaupun orang tua dalam kondisi ekonomi baik. Tapi mereka tidak mengetahui anaknya terlibat prostitusi. Kenapa bisa begitu? Karena yang mereka butuhkan tidak hanya uang dan uang, tapi juga perhatian.
Seperti halnya yang disampaikan mentri sosial dan perempuan kepada detik.com 1/9/2016, “Ada yang menyampaikan, misalnya, sampai umur 13 tahun dia bahagia, rumahnya seperti surga, setelah itu di rumah itu sering berantem. Setelah itu tidak ada orang di rumah yang mau mendengarkan dia. Sampai suatu saat ada yang mau mendengarkan keluhan dia dan mengajak dia dan seterusnya,” sambung dia.
Selain itu pola asuh yang salah dalam mendidik anak. Orang tua sibuk kerja, sementara anak tak terurus. Entah bergaul dengan siapa, orang tua tidak megetahui.
Orang tua hanya fokus dalam masalah ekonomi dan anak diasuh media. Ini terjadi karena sistem yang ada saat ini menuntut orang tua harus bekerja keras, banting tulang hanya demi memenuhi kebutuhan. Pendidikan. Kesehatan. Keamanan. Yang semua serba mahal.
Islam solusinya
Negara telah gagal melindungi warganya. Semakin hari kejahatan semakin beragam. Sementara solusi-solusi yang ditawarkan tak mampu menyelamatkan. Tugas pemimpin seharusnya sebagai perisai.
Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Tidak boleh dibiarkan bisnis berjalan berdasar hukum permintaan dan penawaran belaka tanpa pijakan benar dan salah sesuai syariat. Negara tidak hanya harus menutup semua lokalisasi, menghapus situs prostitusi online tapi juga melarang semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat berbagai media
Dalam sebuah hadits Rasulullaah bersabda : “..Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad, Bukhari).
Tentu kita semua terus-terusan begini. Kita ingin hidup yang lebih baik. Asset negeri ini harus dilindungi. Berharap pada sistem saat ini tentu tak mungkin. Semakin hari hanya semakin bobrok.
Sistem yang memberi rasa aman bagi warganya. Semua pelanggar syariat dapat hukuman yang setimpal. Semua itu hanya ada dalam sistem islam. Dimana syariat islam diterapkan secara sempurna.
Orang tua harusnya menyadari peran utamanya. Sebagai pencetak generasi rabbani. Berkualitas. Tentu itu sangat sulit dalam sistem yang seperti saat ini. Untuk itu saatnya ganti sistem. Agar generasi penerus bangsa ini terlindungi.
Amina, S.P (Aktivis MHTI Bondowoso)
(*/arrahmah.com)