JAKARTA (Arrahmah.com) – Warga ibu kota Jakarta pada Kamis (4/7/2019) mengajukan gugatan terhadap pemerintah terkait tingkat racun polusi udara yang secara rutin menyelimuti kota.
Jakarta telah diselimuti kabut asap berbahaya selama sebulan terakhir, dengan pembacaan kualitas udara merekam konsentrasi tinggi partikel mikroskopis berbahaya yang dikenal sebagai PM2.5, lansir CNA.
Muak dengan polusi udara yang terus memburuk, sekelompok warga berjumlah 31 orang, menuntut Presiden Joko Widodo, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubenrur DKI Jakarta, serta turut tergugat Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Mereka resmi melayangkan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7).
Penggugat -yang termasuk aktivis, pekerja kantor dan pengemudi ojek- ingin meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan memaksa pemerintah untuk bertindak.
“(Pemerintah) telah mengabaikan hak-hak orang untuk menghirup udara sehat,” kata pengacara Nelson Nikodemus Simamora kepada wartawan setelah mengajukan gugatan.
“Mereka belum menjaga kualitas udara pada tingkat yang cukup sehat untuk 10 juta orang yang tinggal di sini.”
Asap beracun menjadikan Jakarta sebagai kota paling tercemar di dunia selama beberapa pagi berjalan sejak bulan lalu, memaksa penduduk mengenakan masker dan memicu badai kritik media sosial.
Air Visual, pemantau independen indeks kualitas udara online (AQI), mematok Jakarta pada level 231 “sangat tidak sehat” pada 25 Juni, lebih tinggi daripada kota-kota yang terkenal tercemar seperti ibu kota India, New Delhi dan Beijing di Cina.
Kelompok-kelompok lingkungan menyalahkan polusi udara pada campuran asap kendaraan, asap dan emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang melanda Jakarta.
Greenpeace Indonesia minggu lalu merekomendasikan orang untuk menggunakan masker untuk melindungi diri dari penyakit pernapasan.
“Jumlah hari tidak sehat untuk 2018 dua kali lebih tinggi dari angka untuk 2017,” Bondan Andriyanu, juru kampanye iklim dan energi untuk kelompok itu, mengatakan kepada AFP.
“Pemerintah harus mengakui masalah ini, mereka masih menggunakan peraturan yang sudah ketinggalan zaman dari tahun 90-an.”
Ketidakpuasan publik telah meningkat, terutama online, di mana pengguna media sosial telah memposting gambar kota yang diselimuti kabut abu-abu.
“Sebagai ibu dari dua anak, saya khawatir tentang masalah polusi udara,” kata pekerja kantor berusia 35 tahun Dita Nadine kepada AFP.
“Pemerintah harus mengatasi penyebab masalah, berapa lama kita akan membiarkan masalah ini berlanjut?”
Kepala UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, mengecilkan masalah tersebut. Pada Senin (1/7), ia membantah bahwa Jakarta memiliki polusi udara terburuk di dunia, The Jakarta Post melaporkan, mengutip angka pemerintah yang lebih rendah yang dibentuk dengan menggunakan metodologi yang berbeda. (haninmazaya/arrahmah.com)