JAKARTA (Arrahmah.com) – Markas besar Kepolisian Republik Indonesia mengaku telah menangkap pimpinan kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Musadeq yang saat ini mendekam di LP Cipinang, Jakarta. Saat bersamaan polisi menegaskan bahwa organisasi ini adalah kelompok radikal yang berbahaya.
“Makanya, saya bilang kelompok ini bahaya dan dilarang MUI salah satu gerakan mengatasnamakan agama tetapi tidak sesuai agama itu berbahaya, bukan menyerang fisik tetapi ideologi,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Salah satu yang membuat aliran itu sesat adalah tidak mewajibkan pengikutnya untuk salat dan berpuasa. “Rukun Islam misalnya ada lima, mereka (Gafatar) mengaku Islam tapi tidak salat, puasa, tidak naik haji, bahaya dari sisi ideologis,” tegasnya.
Saat ini, kata Anton, polisi berkoordinasi dengan semua pihak, baik dari kampus hingga ulama untuk mewaspadai jaringan ini. Ia juga meminta masyarakat aktif melaporkan kepada pihak kepolisian apabila menemukan orang-orang yang terindikasi Gafatar.
Senada dengan itu, anggota Komisi VIII DPR RI KH Maman Imanulhaq mengatakan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) harus diberantas dari Indonesia karena membawa ajaran sesat.
Paham itu teridentifikasi bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dan keberadaannya mengancam perdamaian dan persatuan di Indonesia, kata Maman di Jakarta, Selasa (12/1).
“Upaya pencegahan paham radikalisme dan mengarah pada pecah belah bangsa Indonesia harus lebih masif dan intensif. Jika tidak, ancaman ISIS dan organisasi seperti Gafatar ini akan terus muncul,” katanya, lansir Antara.
Menurut Maman, organisasi seperti Gafatar akan terus muncul bila pemahaman tentang prinsip keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan belum dipahami secara komprehensif oleh seluruh masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, banyaknya patologi sosial di tengah masyarakat berupa ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum serta kehancuran moralitas di tengah masyarakat terutama oleh penyelenggara pemerintahan, memunculkan kekecewaan dan keinginan untuk merebutnya dari mereka.
“Yang pasti adanya orang-orang yang sedang bermasalah, galau, gelisah yang secara personal mencoba mencari solusi sendiri. Ini yang menjadi sasaran empuk untuk direkrut paham radikalisme dan organisasi seperti Gafatar ini,” katanya.
Untuk itu, lanjut Maman, harus ada kontra-intelijen dan propaganda dari pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT), untuk memberikan peringatan kepada kelompok-kelompok radikal dan organisasi menyimpang seperti Gafatar agar tidak bisa berkembang.
Gafatar disebut-sebut terkait dengan “hilangnya” banyak orang, termasuk dokter Rica dan anaknya dari Yogyakarta sejak (30/12/2015) dan baru “ditemukan” di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Ahad (10/1). Organisasi ini telah dilarang pemerintah lewat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 220/3657/D/III/2012 Tanggal 20 November 2012. (azm/arrahmah.com)