JAKARTA (Arrahmah.com) – Alasan meninggalnya Siyono saat dibawa aparat Densus 88 Jumat (11/3/2016) menurut Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto, adalah karena kelelahan setelah berkelahi dengan aparat berlogo burung hantu tersebut di dalam mobil. Keterangan petinggi Polri tersebut nampaknya jauh panggang dari api. Sebab, menurut Mustofa B. Nahrawardaya, Pengamat Terorisme, kasus terorisme adalah kejahatan extra ordinary crime. kejahatan tingkat tinggi, yang resiko dari kejahatannya dapat membunuh banyak orang. Maka dari itu, kebiasaan Densus, adalah bermain keras dan ganas jika tidak mau disebut kejam.
“Jadi kalau sampai ada terduga lepas dari kawalan, apalagi berani melawan Densus seperti Siyono, ini sebuah fenomena baru. Boro-boro berkelahi. Terduga menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena dianggap melawan,” kata Mustofa kepada redaksi Ahad (13/3).
Menurut Pengurus Ormas Islam Muhammadiyah ini, tidak ada ceritanya ada terduga teroris yang dapat lolos dari kawalan Densus.
“Setetelah ditangkap dengan cara kasar, biasanya terduga langsung dilakban mukanya. Bahkan, kaki dan tangan terduga, 100% tidak mungkin dapat bergerak bebas, karena memborgol kaki dan tangan adalah standard baku mereka,” papar Mustofa.
Telah diwartakan, Siyono (39) warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten meningal dunia tidak wajar saat dibawa aparat Densus 88. Dia ditangkap sehat wal afiat di masjid saat sedang berzikir Rabu (9/3) kemudian pihak keluarga dikabari untuk menjenguk Siyono di RS Kramatjati Jakarta, namun tidak dikabari meninggal. Pihak keluarga baru mengetahui Siyono meninggal pada Sabtu (12/3). (azmuttaqin/arrahmah.com)