JAKARTA (Arrahmah.com) – Polri mengatakan banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kepentingan di Papua dengan beropini tanpa fakta di lapangan. Salah satu LSM, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), meminta kepada Polri untuk memperjelas pernyataan itu agar tidak membingungkan masyarakat.
“Pernyataan itu seharusnya diperjelas untuk menghindari adanya kebingungan dari masyarakat,” kata Ketua Dewan Federasi Kontras, Usman Hamid, yang dihubungi Republika, Jumat (11/11/2011).
Kontras sendiri menyoroti kasus pembubaran Kongres Papua III yang dianggap penuh kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pengusutan tiga orang warga Papua yang mati yang diduga karena pembubaran kongres, ia menambahkan, bukannya hal ini merupakan kepentingan Polri dalam melakukan penegakah hukum dan melindungi masyarakat. Kematian tiga warga ini yang menjadi indikasi adanya kekerasan dan pelanggaran HAM pada pembubaran kongres.
Sedangkan dana imbalan dari Freeport sebesar Rp 1,25 juta untuk setiap petugas polisi, tambahnya, ternyata juga telah diakui Polri. Dana itu pun terungkap karena apa yang dikerjasamakan antara Kontras dan Polri mengenai keterbukaan publik.
“Kita memandang Polri merupakan institusi yang paling siap dalam penerapan UU Keterbukaan Publik. Informasi adanya dana dari Freeport ini bersifat positif agar masyarakat mengetahui hal ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution mengatakan banyak LSM yang memiliki kepentingan di Papua dengan mengatakan opini tanpa fakta di lapangan. Ia mencontohkan, tiga orang tewas yang ditemukan setelah pembubaran Kongres Papua III bukan disebabkan peluru polisi dan tidak ada hubungannya dengan pembubaran tersebut. (rep/arrahmah.com)