Oleh: Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra Terorisme & Direktur CIIA
(Arrahmah.com) – Kasus Dompu-NTB (Sabtu, 20 Sept 2014) adalah noktah hitam yang tidak akan pernah terhapus dari lembaran sejarah umat Islam di Dompu Bima khususnya. Betapa tidak, seorang Nurdin di eksekusi oleh Densus-88 secara brutal dan amoral (dalam kondisi Shalat Ashar) hanya dengan delik “terduga teroris”. Namun seperti biasanya, paska eksekusi kemudian dari Mabes Polri dibeber alasan kenapa Nurdin harus di tembak mati. Terlihat, kewenangan yang melekat pada diri penegak hukum (Diskresi) menjadi kunci legitimasi aksi brutal di lapangan. Menghentikan, melumpuhkan subyek yang terduga melakukan tindak pidana kejahatan diterjamahkan adalah di eksekusi mati.
Jika dalam protap penindakan sampai kemudian melahirkan korban meninggal maka harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Lantas bagaimana dengan kasus Nurdin kali ini? Apakah cukup dengan penjelasan dari pihak Mabes Polri melalui Kadiv Humas-nya atau Kabagpenum-nya bahwa Nurdin diduga kuat mau melempar bom kepada petugas dilapangan, karena sebab itu petugas mengambil tindakan cepat harus membunuh Nurdin. Apakah lantas dengan penjelasan itu semua dianggap selesai? Dan status Nurdin sebagai korban betul-betul sebagai pihak yang layak dan legal di eksekusi mati saat penindakan? Lantas bagaimana mekanisme pertanggungjawaban secara hukum yang harus di gelar seperti pada kasus Nurdin ini?
Kejahatan tetaplah kejahatan sekalipun berdiri di atas “argumentasi” yang seolah-olah rasional dan benar kenapa kejahatan tersebut dilakukan. Namun hari ini kita sering menyaksikan hakikat kejahatan dan penegakkan hukum sering kali menjadi kabur, karena kerap kali dalam proyek kontra terorisme aparat Densus-88 berbuat kejahatan atas nama penegakkan hukum. Kasus Nurdin harusnya menyadarkan banyak pihak tentang kezhaliman yang melampui batas yang telah dipraktekkan semena-mena oleh aparat Densus-88. Publik perlu informasi aktual dari lapangan secara berimbang dan obyektif. Berikut CIIA publikasikan pengakuan (kesaksian) resmi dari pihak keluarga Nurdin yakni istri Nurdin Dian Widianastuti, 19 tahun, kiranya bisa membuka mata dan telinga semua pihak yang peduli kepada nasib kaum yang terzhalimi. Siapa berdusta? Semua ada catatannya. Jika kita bisa berdusta kepada semua manusia, tapi tidak kepada nurani dan akal sehat kita lebih-lebih dihadapan Sang Maha Pencipta Allah Azza wa Jalla.
Kronologi penembakan Nurdin oleh Densus 88 di Dompu NTB
No |
Hari/Tanggal |
Peristiwa |
1 |
Sabtu, 20 September 2014 |
|
Pukul ; 15.15 Wita |
Saya, Dian Widiastuti (istri korban) (19 th) berada di dalam kamar menemani suami (korban) yang sedang sakit. Saat itu juga bersama anak kami yang masih berusia 19 bulan. |
|
Pukul; 15.25 Wita |
Adzan Shalat Ashar berkumandang dari Masjid Desa O’o |
|
Pukul; 15.30 Wita |
Kemudian korban beranjak dari tempat tidur ambil air wudhu untuk menunaikan sholat Ashar di dalam kamar, sementara itu saya (isteri korban) ke teras rumah menenangkan anak saya yang berusia 19 bulan karena sedang menangis dan saya kawatir tangisannya akan mengganggu Abinya yang sholat. |
|
Di depan rumah, selain saya juga terdapat Siti Hajar (55 Th) (Ibu Korban) yang sedang memotong kayu bakar untuk persiapan memasak sore itu, dan Mar’atu (25 Thn) (Kakak Korban) yang sedang menumbuk obat tradisional. |
||
Pukul 15:34 Wita |
Suami saya baru mulai menunaikan sholat Ashar. |
|
Pukul; 15:36 Wita |
Tiba-tiba terlihat datang 3 buah minibus sejenis Avanza berhenti persis di depan rumah (paling depan berwarna putih, tengah berwarna biru langit dan belakang berwarna hitam), bersamaan dengan itu keluar anggota Densus 88 (saksi tidak tau persis jumlah anggota Densus 88 yang ada di Mobil) yang langsung menodongkan senjata kearah kami dan dengan bentakan kami disuruh menjauhi rumah, sementara sebagian anggota Densus 88 masuk dan saat itulah terdengar 3 kali tembakan beruntun dari arah dalam rumah. |
|
Pukul, 15.42 Wita |
Sesaat kemudian, pasca suara tembakan terdengar, anggota Densus 88 keluar dari rumah dengan membawa jenazah Nurdin (23 Th) kemudian diangkut ke dalam mobil yang kemudian menuju arah Bima. |
|
Pukul, 15.50 Wita |
Setelah kepergian Densus-88, Tim gabungan Kepolisian Resort Dompu dan Brimob Kab. Dompu langsung mengamankan TKP dengan memasang Police Line dan menyisir barang-barang yang dianggap mencurigakan di dalam rumah. Kemudian pak Abdul Muis (40 Th) yang merupakan Pejabat Kesra Desa O’o didatangkan untuk mendampingi polisi dan menjadi saksi bahwa di dalam rumah tersebut terdapat tas pinggang yang diduga berisi bom. Menurut penuturan Pak Abdul Muis, “pihak kepolisian menemukan tas pinggang tersebut di atas sandal-sandal di samping pintu masuk rumah, yang menurut pihak kepolisian tas tersebut berisi Bom dan langsung diamankan oleh pihak kepolisian”. Tim gegana meledakkan tas pinggang tersebut di depan rumah dan disaksikan oleh masyarakat Desa O’o, suara ledakan yang tidak lebih dari suara mercon murahan. Hal ini mengundang reaksi dan kecaman dari masyarakat bahwa bukti tersebut hasil rekayasa dan kebohongan yang dibuat-buat oleh Densus 88 untuk menghalalkan penembakan terhadap Nurdin. Menurut kesaksian Abdul Muis (Kesra Desa O’o) yang diminta polisi menjadi saksi keberadaan tas yang diduga Bom, mengatakan bahwa keluarga tidak mengakui keberadaan tas tersebut, setelah dikonfirmasi ke istri, kakak dan ibu korban semuanya membantah kepemilikan tas tersebut dan mengatakan sebelum penggerebekan barang-barang tersebut tidak ada didalam rumah. Aksi takbir dan kecaman masyarakat terhadap tindakan polisi yang merekayasa keberadaan barang bukti berlangsung hingga pukul 18.10 Wita |
|
Pukul, 18.10 Wita |
Masyarakat membubarkan diri bersamaan dengan dikumandangkannya adzan Sholat maghrib dan anggota Brimob menarik diri kembali ke markas. |
|
Pukul 18:15 Wita |
Setelah polisi tidak ada di TKP. Masyarakat berbondong-bondong masuk ke dalam rumah korban, melihat di dalam kamar terdapat bercak darah dan pecahan tulang kepala dari korban. |
|
2 |
Senin, 22 September 2014 |
|
Pukul; 21.00 Wita |
Jenazah tiba di rumah duka dengan menggunakan ambulan Rumah Sakit Mataram. Jenazah langsung disambut oleh keluarga dan warga dengan gema takbir saat dimasukan dalam rumah, saat peti jenazah dan kafan dibuka tampak muka korban membengkak dengan lebam kehitaman yang diduga disiram dengan air keras, dan masih tampak dari mulut serta telinga masih mengeluarkan darah segar, serta tampak luka jahitan pada pelipis kanan, dahi, dan mata kiri yang diduga kuat tembusan peluru yang ditembakan dari arah belakang pada saat korban sedang sujud saat sholat, menurut keterangan Siti Hajar (ibu korban) beberapa jam setelah penembakan (20 September 2014) beliau melihat percikan darah dilantai dan tembok bagian bawah serta ceceran otak dan serpihan tulang kepala yang berserahkan di lantai di dalam kamar tempat Nurdin sholat. Sementara anggota badan yang lain seperti badan, tangan dan kaki masih tampak normal seperti orang yang tidur pulas tanpa ada ada lebam mayat dan kaku mayat. |
|
3 |
Selasa, 23 September 2014 |
|
Pukul 10.30 Wita |
Korban dimakamkan di TPU Desa O’o. Setelah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Desa O’o Kec. Dompu, Kab. Dompu. Pada Acara Pemakaman tersebut pihak keluarga memberikan sambutan di wakili oleh Ust. Abdul Jalil serta Ust. Muhammad Taqiyuddin. |
(arrahmah.com)