<div id="header" class="header"><nav id="navbar" class="navbar bg-black"> <div class="navContainer w-full"> <strong>BANDA ACEH (Arrahmah.id) -</strong> Penyidik Kepolisian Resor (Polres) Aceh Timur menetapkan tiga imigran Rohingya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penyelundupan orang ke daerah tersebut. "Ketiga imigran tersebut ditetapkan tersangka berdasarkan pemeriksaan dan alat bukti yang cukup," kata Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah di Aceh Timur, Jumat. Kapolres menyebutkan ketiga imigran Rohingya tersebut masing-masing Sajul Islam (41), berperan sebagai nakhoda, Rubis Ahmad (42) berperan sebagai asisten nakhoda, dan M Amin (42) sebagai operator mesin kapal. Andy Rahmansyah mengatakan para tersangka tersebut merupakan rombongan 50 orang imigran Rohingya yang mendarat di kawasan pantai Desa Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, pada Kamis (14/12) sekira pukul 03.45 WIB. Perwira menengah Polri itu menyebutkan dari 50 orang imigran Rohingya tersebut, tiga orang di antaranya diamankan Polres Aceh Timur dan empat orang lainnya diamankan Imigrasi Langsa karena mempunyai paspor. Adapun yang diamankan pihak imigrasi yakni Kayser Hamid (30), MD Younus (32), Jamal Hosan (23), dan Shekab Uddin (26). Ketiganya merupakan warga Bangladesh. "Mereka diduga sudah pernah ke Malaysia untuk bekerja, lalu kembali ke negaranya dan kemudian ikut rombongan imigran Rohingya yang mendarat pada Kamis (14/12) tersebut," kata Kapolres. Andy Rahmansyah mengatakan rombongan imigran Rohingya tersebut berasal dari kamp pengungsian di Bangladesh. Untuk bisa ikut keluar dari kamp tersebut menuju ke Indonesia, mereka membayar 300 ribu taka atau sekitar Rp42 juta. "Berdasarkan pengakuan tersangka, ada yang bilang mereka tujuannya ke Aceh dan ada juga ke Malaysia. Penyidik masih mendalami kasus ini," kata Andy Rahmansyah. Dalam kasus tiga tersangka tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa satu unit telepon genggam, sedangkan barang bukti lain, sudah dibuang ke laut seperti telepon satelit. Telepon satelit ini digunakan nakhoda untuk berkomunikasi dengan agen warga Bangladesh dan Malaysia, serta GPS yang digunakan untuk mengetahui arah tujuan. "Ketiga tersangka dipersangkakan melanggar Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian jo Pasal 55 jo Pasal 56 KUHP, dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun penjara," pungkasnya. (ameera/arrahmah.id) </div> </nav></div>