DEN HAAG (Arrahmah.com) – Politisi anti-imigrasi dan anti-Islam Belanda Geert Wilders dilaporkan ke kejaksaan pada Kamis (13/3/2014) setelah membuat komentar anti-Maroko pada kampanyenya.
Wilders, ekstrimis sayap-kanan dari Partai Kebebasan (PVV) menyelenggarakan jajak pendapat sebelum pemilihan kota minggu depan. Wilders dalam kampanyenya mengatakan kepada para pendukungnya di Den Haag bahwa dia ingin hanya ada sedikit saja imigran asal Maroko di Den Haag, sebagaimana dilansir oleh WorldBulletin, Jum’at (14/3).
Parti Kebebasan (PVV) berkompetisi di dua kota di jajak pendapat yang diselenggarakan pada 19 Maret, Den Haag dan Almere. Mereka mengharapkan Partai Kebebasan bisa menang di Belanda dalam pemilihan untuk Parlemen Eropa pada bulan Mei mendatang.
Jajak pendapat terbaru, yang dipublikasikan akhir pekan lalu, menunjukkan bahwa Parti Kebebasan (PVV) akan menjadi partai terbesar dalam parlemen Belanda jika pemilu nasional diadakan sekarang.
Wilders mengatakan kepada para pendukungnya pada Rabu (12/3) bahwa mereka harus memilih partai tersebut “untuk sebuah kota dengan sedikit masalah, dan jika memungkinkan, dengan sedikit warga Maroko”, menurut kantor berita ANP.
Sebuah pengawas anti-diskriminasi publik mengatakan telah menerima tiga keluhan yang terkait dengan Wilders dan meneruskannya ke jaksa penuntut umum. Jaksa menegaskan bahwa mereka akan mempertimbangkan hal tersebut.
Dalam wawancara selanjutnya dengan penyiar RTL Z, Wilders mengatakan bahwa “sampah Maroko” harus meninggalkan Belanda, dan dia mengatakan bahwa orang Maroko sangat menonjol dalam data statistik kejahatan dan dalam jumlah orang yang menerima keuntungan sosial.
Wilders memiliki sejarah yang selalu membuat pernyataan yang memancing kemarahan Muslim dan pekerja imigran di Eropa Timur. Dia pernah dituntut atas kejahatan kebencian dan diskriminasi karena menyebut Islam sebagai ideologi fasis pada tahun 2007 dan dibebaskan pada Juni 2011.
Belanda, yang telah lama membanggakan diri dengan paham liberalismenya, telah menerima jutaan pekerja imigran dari Maroko dan Turki untuk mengisi pekerjaan di sektor ekonomi Belanda yang sedang berkembang setelah Perang Dunia II.
Tapi sikap penerimaan terhadap para imigran tersebut telah mengeras ketika pertumbuhan ekonomi Belanda telah melambat dan pekerjaan telah menjadi langka, dimana hal tersebut mendorong munculnya serangkaian politisi anti-imigrasi yang memenangkan pemilihan umum selama dekade terakhir. (ameera/arrahmah.com)