JAKARTA (Arrahmah.com) – Polisi telah menetapkan tiga tersangka baru terkait kasus terorisme di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab (UBK).
“Dari tujuh yang kami tahan, empat diantaranya dilepas,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, Selasa, (19/7/2011).
Anton menjelaskan, penetapan status tersangka diberikan karena ketiganya diduga kuat mengetahui rencana aksi terorisme. Sayangnya Anton tak bersedia menjelaskan nama para tersangka.
Selain penetapan status tersangka, hari ini (Selasa) polisi juga menemukan 26 bom rakitan di Bukit Batu Pahat. Bom ditemukan dalam kondisi tidak aktif karena para pelaku telah mencabut semua sumbu pemicu bom berbentuk pipa itu.
Anton mengklaim bahwa bom itu dibuang para pelaku sebelum polisi berhasil menggeledah pondok pesantren. Saat penggeledahan, sebagian bom meledak dan menewaskan Firdaus dan pria berinisial A yang saat ini masih menjadi buronan.
Keberadaan pondok Umar bin Khattab Bima, Nusa Tenggara Barat, menuai sorotan karena mereka melakukan perlawanan saat polisi akan menggeledah pondok itu. Mereka bahkan mengancam akan melukai petugas dengan senjata tajam.
Dalam penyisiran, polisi mengklaim telah menemukan 12 buah chasing bom pipa ukuran 1,5 inci, 6 chasing bom pipa ukuran 1 inci bentuk L, 3 buah chasing bom pipa ukuran 1,5 inci bentuk L. Dua diantaranya masih terisi bahan peledak.
Polisi juga menemukan 5 chasing bom pipa ukuran 1 inci, 10 baterai 9 volt panasonic atau abc, 1 baterai hp nokia, 3 pecahan chasing bom pipa bentuk L, 7 rangkaian kabel listrik 50 cm. “Semua brang bukti akan diselidiki Puslabfor,” ujar Boy.
sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyad Mbaai, kembali menfitnah keterlibatan kelompok Jamaah Anshorut Tauhid terkait kasus itu.
“Mereka memang tidak mengaku, tapi fakta yang kami dapat seperti itu,” kata Mbaai.
Dengan menggunakan dalih bahwa pimpinan pondok UBK, Ustadz Abrori, merupakan alumni kelompok Poso dan Palu yang dikenal aktif, dan barang bukti terkait JAT Ansyaad menghubung-hubungkan UBK dengan JAT.
“Mereka selalu memanfaatkan pesantren untuk merekrut anak-anak yang tidak tahu menahu dalil-dalil agama,” kata Ansyaad tanpa bukti.
Padahal setiap kali diundang dalam acara dialog oleh ormas-ormas Islam Ansyaad kerap kali tidak memenuhi undangan tersebut dengan banyak alasan. Kalau pun hadir, yang terjadi adalah Ansyaad tidak mampu membantah dalil-dalil dan argumen yang diungkapkan oleh ormas tersebut.
Kalau dirinya sendiri tidak paham dalil, bagaimana bisa menyebut orang lain tidak paham dalil seolah-olah dirinya paham benar dalil-dalil tersebut. (TI/arrahmah.com)
.