KAIRO (Arrahmah.com) – Polisi Mesir dikerahkan di Kairo pada Jum’at (14/8/2015) dalam rangka mengantisipasi protes pada ulang tahun kedua pembunuhan massal demonstran yang menyebabkan ratusan orang meninggal, sebagaimana dilansir oleh Ma’an News Agency.
Tragedi berdarah Rabaa al-Adawiya terjadi ketika polisi menembak mati setidaknya 700 pendukung mantan presiden Muhammad Mursi saat mereka mendirikan kamp protes.
Mursi, presiden pertama negara itu yang dipilih secara langsung, dilengserkan dari kekuasaan oleh panglima militer Abdel Fattah al-Sisi.
Para pejabat polisi mengatakan bahwa mereka dikerahkan di jalan-jalan utama dan gedung-gedung pemerintah di tengah seruan untuk menggelar pawai dalam memperingati tahun ke dua traged berdarah Rabaa, yang merupakan salah satu tragedi mematikan dari periode Arab Spring.
Dua tahun setelah tragedi itu, tidak ada polisi yang diseret ke pengadilan atas insiden itu, akan tetapi malah pemimpin dan anggota Ikhwanul Muslimin yang dijebloskan ke penjara.
Sekitar 10 polisi tewas selama tragedi itu. Tetapi kelompok-kelompok hak asasi mengatakan bahwa polisi menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, membunuh banyak demonstran yang tidak bersenjata.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Human Rights Watch bahwa itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
HRW, kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, pada Jum’at (14/8) menyerukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk memulai penyelidikan atas pembunuhan massal itu.
Pemerintah Mesir selalu melakukan pembelaan terhadap tragedi berdarah Rabaa, dan bersikeras bahwa para pengunjuk rasa itu adalah “teroris” bersenjata.
Mursi memerintah Mesir hanya setahun, setelah kemudian terjadi protes massa yang diserukan oleh pimpinan militer al-Sisi untuk menggulingkan Mursi dan menangkapnya. Mursi kemudian dijatuhi hukuman mati.
Kelompok Ikhwanul Muslimin telah berada di bawah tekanan kuat dari pemerintah al-Sisi, yang telah berjanji untuk membasmi kelompok itu, yang merupakan gerakan politik Islam terbesar dan tertua di Mesir.
Kelompok ini telah diblacklist dan sebagian besar pemimpinnya ditangkap.
Bulan lalu tujuh orang Mesir tewas dalam bentrokan antara polisi dan demonstran pro-Ikhwanul Muslim.
Setidaknya 1.400 orang telah tewas dalam kekerasan dan penumpasan besar-besaran yang menyusul lengsernya Mursi. Ribuan lainnya telah ditangkap.
Para pengunjuk rasa di Mesir menghadapi resiko dipenjara bahkan untuk demonstrasi damai sekalipun di bawah undang-undang Mesir.
(ameera/arrahmah.com)